Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta menilai kerusuhan yang mengguncang Nepal menjadi pelajaran berharga sekaligus refleksi penting bagi pemerintah, partai politik, dan pejabat publik dalam memperbaiki tata kelola serta cara merespons isu masyarakat.
Menurut Sukamta, Gedung DPR dan pemerintahan Nepal dibakar oleh demonstran, lalu disusul pengunduran diri Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli. Hal itu dipicu amarah publik akibat kebijakan pemerintah yang melarang media sosial. Meski kebijakan tersebut dicabut, kemarahan publik sudah terlanjur berdampak besar.
"Kemarahan publik telah membawa dampak besar perubahan," kata Sukamta saat menjadi pembicara dalam acara peluncuran sebuah buku di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, 11 September 2025.
Baca Juga: Menko Yusril Sarankan TNI Buka Dialog dengan Ferry Irwandi
Ia menekankan bahwa pejabat pemerintah maupun politik harus menjaga sikap serta ucapan agar tidak melukai perasaan masyarakat.
Selain itu, lanjut Sukamta, pejabat publik perlu lebih banyak mendengar sebelum berbicara dan bertindak, serta memastikan janji yang disampaikan diwujudkan dengan langkah nyata.
"Transparan pada data dan anggaran," ujarnya.
Menurut dia, generasi muda atau Gen Z hidup dalam era digital, cepat menyerap informasi, serta memiliki kepedulian tinggi terhadap isu nyata dalam kehidupan mereka, seperti akses pendidikan, lapangan pekerjaan, lingkungan, hingga korupsi.
"Gen Z tidak suka basa-basi, karena mereka menginginkan keaslian, data yang jelas, dan kesempatan bagi mereka untuk berbicara," katanya.
Baca Juga: Kemnaker Buka-bukaan Daftar Pekerjaan Paling Dibutuhkan di 2025, Apa Saja?
Seperti diketahui, kerusuhan di Nepal dipicu kebijakan pemerintah yang memblokir media sosial, dianggap publik sebagai upaya membungkam kampanye anti-korupsi. Gelombang protes yang dimotori generasi muda atau Gen Z itu akhirnya meruntuhkan pemerintahan Nepal.
(Sumber: Antara)