Ntvnews.id, Serang - Arsin, Kepala Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, bersama tiga perangkat desa lainnya, kini menghadapi dakwaan atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Mereka dituduh memalsukan status kepemilikan tanah dengan menerbitkan dokumen hak atas lahan pesisir yang sejatinya masih berupa laut, lalu menjualnya kepada pihak swasta.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Banten, Faiq Nur Fiqri Sofa, mengungkapkan bahwa praktik ini berlangsung sejak pertengahan tahun 2022 hingga Januari 2025. Menurutnya, para terdakwa secara sistematis merekayasa status perairan seluas ratusan hektare agar tampak seperti daratan milik warga.
“Arsin selaku Kepala Desa Kohod menawarkan tanah pinggir laut yang ada patok-patok bambu kepada saksi Denny Prasetya Wangsya dari PT Cakra Karya Semesta,” jelas Faiq dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Serang, Selasa, 30 September 2025.
Meski tawaran tersebut awalnya ditolak karena tanah belum bersertifikat, upaya tetap dilanjutkan dengan menggandeng seorang pengusaha bernama Hasbi Nurhamdi. Hasbi disebut menjanjikan imbalan hingga Rp500 juta jika dokumen yang menjadi syarat untuk penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) berhasil diproses.
Baca Juga: Kasus Pagar Laut, Penahanan Kepala Desa Kohod Ditangguhkan Bareskrim
“Syaratnya berupa Surat Keterangan Tanah Garapan atas nama masyarakat, NOP, hingga SPPT-PBB, seakan-akan tanah itu daratan,” lanjut Faiq.
Guna memenuhi syarat administratif tersebut, para terdakwa mengumpulkan KTP dan kartu keluarga milik warga setempat untuk dijadikan sebagai pemohon fiktif. Akibatnya, pada tanggal 20 Juni 2022, sebanyak 203 Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) diterbitkan, dengan total luas mencapai sekitar 300 hektare.
“Masyarakat yang namanya dicantumkan akan mendapat pembagian 40 persen, sedangkan para terdakwa bersama Hasbi Nurhamdi 60 persen,” ujarnya.
Penerbitan dokumen tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer dan printer milik Sekretaris Desa, Ujang Karta. Setelah dicetak, dokumen diserahkan kepada Hasbi untuk keperluan pengurusan Nomor Objek Pajak (NOP) dan SPPT-PBB. Dengan adanya surat pengantar resmi yang ditandatangani langsung oleh Arsin, Bapenda Kabupaten Tangerang kemudian mengeluarkan 203 SPPT-PBB.
“Penerbitan dilakukan seakan-akan tanah laut tersebut sudah dibayar pajaknya,” terang Faiq.
Selanjutnya, dua terdakwa lainnya, yakni Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung Wahyudi, mengurus berbagai dokumen tambahan seperti PM1, surat pernyataan kepemilikan, serta surat keterangan tanah, demi mempercepat proses penerbitan SHM. Dalam proses ini, Hasbi diketahui telah menyerahkan dana sebesar Rp250 juta kepada keduanya secara bertahap.
Baca Juga: Alasan Polisi Tangguhkan Kades Kohod dan Tersangka Kasus Pagar Laut Tangerang
Jaksa juga memaparkan bahwa meskipun status lahan tersebut masih berupa laut, upaya perubahan status tetap berjalan hingga akhirnya terjadi transaksi penjualan. Antara bulan Juli hingga September 2024, Septian bertindak atas nama warga Kohod untuk menandatangani perjanjian jual beli dengan PT Cakra Karya Semesta.
“Pada Januari 2025, saksi Denny menyerahkan Rp16,5 miliar kepada terdakwa Arsin sebagai pembayaran,” tutur Faiq.
Kemudian, tanah tersebut dialihkan lagi ke pihak lain, yakni PT Intan Agung Makmur, dengan nilai transaksi mencapai Rp39,6 miliar. Dari hasil penjualan awal, hanya sekitar Rp4 miliar yang dibagikan ke warga, sementara sisanya sebesar Rp12,5 miliar dikuasai oleh Hasbi dan dibagi-bagikan kepada para terdakwa.
“Arsin menerima sekitar Rp500 juta, Ujang Karta Rp85 juta, dan Septian serta Chandra masing-masing Rp250 juta,” ungkap jaksa.
Atas tindakan tersebut, keempat terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber: Antara)