China Sambut Baik Tahap Pertama Gencatan Senjata Gaza dan Desak Pemulihan Perdamaian Penuh

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Okt 2025, 08:30
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Bendera China Bendera China (Istimewa)

Ntvnews.id, Beijing - Pemerintah China menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan tahap pertama gencatan senjata di Jalur Gaza, termasuk proses pembebasan sandera yang dilakukan baik oleh Israel maupun Hamas.

Dilansir dari Anadolu, Selasa, 14 Oktober 2025,  Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengatakan, "Tiongkok menyambut baik dan mendukung semua upaya yang kondusif untuk memulihkan perdamaian dan meredakan krisis kemanusiaan."

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada 29 September 2025. Kedua pihak sepakat melaksanakan tahap pertama rencana perdamaian di Gaza, yang mencakup penghentian serangan, pertukaran tawanan, serta penarikan bertahap pasukan Israel.

Dalam implementasinya, Hamas akan membebaskan warga Israel yang disandera, sementara Israel menarik pasukannya ke garis batas yang telah disepakati di wilayah Gaza. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, sebanyak 1.966 warga Palestina, termasuk mereka yang dijatuhi hukuman seumur hidup, telah dibebaskan dari penjara-penjara Israel.

Lin Jian menegaskan pentingnya percepatan langkah menuju perdamaian dengan mengatakan, "Tugas mendesak saat ini adalah mewujudkan gencatan senjata penuh dan berkelanjutan di Gaza sesegera mungkin, meredakan krisis kemanusiaan secara efektif, dan memulihkan stabilitas regional."

Baca Juga: Prabowo Tiba di KTT Gaza, Disambut Langsung oleh Presiden Mesir

Ia juga menyoroti pentingnya prinsip “Palestina memerintah Palestina” dalam pemerintahan pascakonflik di Gaza. Lin menambahkan bahwa setiap pengaturan untuk masa depan Gaza harus menghormati kehendak rakyat Palestina dan sejalan dengan solusi dua negara.

Lebih lanjut, Lin Jian menyampaikan komitmen negaranya untuk terus berperan aktif dalam penyelesaian krisis tersebut.

"China, seperti biasa, akan memainkan perannya sebagai negara besar yang bertanggung jawab, dan terus bekerja sama dengan komunitas internasional untuk melakukan upaya tanpa henti demi solusi yang komprehensif, adil, dan berkelanjutan bagi masalah Palestina sedini mungkin," ujarnya.

Sejalan dengan pelaksanaan kesepakatan, pasukan militer Israel telah ditarik dari sebagian besar Kota Gaza bagian utara, kecuali di permukiman Shejaiya, Al-Tuffah, dan Zeitoun, serta dari wilayah tengah dan timur Khan Younis di selatan. Namun, warga Palestina masih dilarang memasuki Beit Hanoun dan Beit Lahia di bagian utara Gaza.

Sementara itu, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dilaporkan telah menyerahkan tujuh sandera pertama kepada militer Israel di Jalur Gaza. Setelah itu, puluhan ribu warga Palestina mulai kembali ke rumah mereka di bagian utara Gaza, sebagian besar dengan berjalan kaki, melalui Jalan Al-Rashid di pesisir barat dan Jalan Salah al-Din di sisi timur.

Baca Juga: Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Meningkat Pesat di Awal Gencatan Senjata

Tahap kedua dari rencana perdamaian ini mencakup pembentukan mekanisme pemerintahan baru di Gaza tanpa keikutsertaan Hamas, serta pembentukan pasukan keamanan yang terdiri dari warga Palestina dan pasukan negara-negara Arab serta Islam, disertai pelucutan senjata Hamas.

Selain itu, dijadwalkan akan digelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Internasional di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Senin, 13 Oktober 2025, yang akan dihadiri oleh lebih dari 20 pemimpin dunia.

KTT tersebut bertujuan untuk "mengakhiri perang di Jalur Gaza, meningkatkan upaya untuk membawa perdamaian dan stabilitas ke Timur Tengah, dan mengawali fase baru keamanan dan stabilitas regional."

Dalam kesempatan terpisah, Presiden Trump juga menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan membiarkan Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menewaskan hampir 67.200 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan membuat wilayah Gaza nyaris tidak layak huni.

x|close