Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dituntut 12 tahun penjara atas dugaan keterlibatan dalam kasus suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada periode 2023–2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syamsul Bahri Siregar dari Kejaksaan Agung menyatakan bahwa Wahyu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Pidana terhadap terdakwa dituntut dengan dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan, dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,”
ujar jaksa dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Rabu.
Selain pidana pokok, Wahyu juga dituntut membayar denda Rp500 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan kurungan enam bulan. Jaksa turut menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp2,4 miliar, yang apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana enam tahun penjara.
Baca Juga: 3 Hakim Penerima Suap Kasus CPO Dituntut 12 Tahun Penjara
JPU menilai perbuatan Wahyu melanggar Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa menilai tindakan Wahyu tidak mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Menurut jaksa, perbuatan terdakwa juga telah mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
“Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, serta telah mencederai kepercayaan masyarakat, khususnya terhadap lembaga peradilan,” tutur jaksa.
Meski demikian, jaksa mengakui adanya hal yang meringankan, yakni Wahyu bersikap kooperatif, mengakui perbuatannya, dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Baca Juga: Mantan Ketua PN Jaksel Dituntut 15 Tahun Penjara dalam Kasus Suap Ekspor CPO
Dalam perkara ini, Wahyu didakwa menerima Rp2,4 miliar sebagai perantara antara pihak terdakwa korporasi kasus CPO dan para hakim yang menangani perkara tersebut. Ia disebut terlibat bersama mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta serta tiga hakim, yaitu Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin.
Total suap yang diterima para pihak tersebut mencapai 2,5 juta dolar AS atau sekitar Rp40 miliar, yang diberikan oleh Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei, selaku advokat yang mewakili kepentingan korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Uang suap itu diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa 500 ribu dolar AS (sekitar Rp8 miliar), yang dibagi kepada Arif sebesar Rp3,3 miliar; Wahyu Rp800 juta; Djuyamto Rp1,7 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar.
Tahap kedua sebesar 2 juta dolar AS (sekitar Rp32 miliar), dengan pembagian Arif Rp12,4 miliar; Wahyu Rp1,6 miliar; Djuyamto Rp7,8 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.
Atas perbuatannya, Wahyu dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber: Antara)
Sidang pembacaan surat tuntutan kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 29 Oktober 2025. ANTARA/Agatha Olivia Victoria. (Antara)