Polemik Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto, Usman Hamid: Harus Dibatalkan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Nov 2025, 11:19
thumbnail-author
Dedi
Penulis & Editor
Bagikan
Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Usman Hamid Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Usman Hamid (Nusantara TV)

Ntvnews.id, Jakarta - Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Usman Hamid, menilai wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mendiang Presiden Soeharto harus dibatalkan. Menurutnya, langkah tersebut berpotensi mencederai nilai-nilai reformasi dan menormalisasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.

Saat berbincang di Dialog Prime Nusantara TV, Usman menjelaskan bahwa secara yuridis hingga kini masih terdapat tanggung jawab hukum yang belum tuntas terkait warisan pemerintahan Orde Baru. 

“Surat pimpinan MPR tertanggal 24 September tahun lalu menegaskan proses hukumnya masih berlangsung. Meskipun Soeharto sudah meninggal dunia, gugatan perdata oleh Kejaksaan Agung masih berjalan dan baru sebagian dibayarkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, syarat pemberian gelar kepahlawanan tak hanya administratif, tapi juga menyangkut keteladanan moral dan komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan serta keadilan. 

Baca Juga: Ahli Waris Soeharto dan Pahlawan Nasional Lainnya Terima Tunjangan Rp50 Juta per Tahun

“Dengan pertimbangan itu, saya kira mantan Presiden Soeharto belum memenuhi syarat untuk disebut pahlawan,” kata Usman.

Usman juga menyoroti adanya potensi subjektivitas dalam proses pengusulan gelar. Menurutnya, tahapan terakhir pengkajian di Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) tidak merekomendasikan nama Soeharto. Namun, Ketua Dewan Gelar, Fadli Zon, yang kini menjabat Menteri Kebudayaan, tetap memaksakan pengusulan tersebut.

“Fadli Zon sejak lama dikenal memiliki kedekatan dengan Soeharto. Jadi sangat sulit menepis dugaan adanya unsur subjektivitas. Padahal, dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis pengusulan itu sangat lemah,” ungkap Usman.

Siti Hardijanti Hastuti (Tutut Soeharto/kedua kiri) didampingi Bambang Trihatmodjo (kiri) menghadiri penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada ayahandanya, H.M. Soeharto, di Istana Negara, Jakarta, Senin 10 November 2025. ANTARA/Andi Firdaus <b>(Antara)</b> Siti Hardijanti Hastuti (Tutut Soeharto/kedua kiri) didampingi Bambang Trihatmodjo (kiri) menghadiri penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada ayahandanya, H.M. Soeharto, di Istana Negara, Jakarta, Senin 10 November 2025. ANTARA/Andi Firdaus (Antara)

Ia menilai, membandingkan Soeharto dengan tokoh seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur) atau aktivis buruh Marsinah adalah hal yang tidak sepadan. 

“Marsinah adalah korban sistem perburuhan di masa Soeharto, sementara Gus Dur adalah tokoh demokrasi yang memperjuangkan hak asasi manusia. Sulit membayangkan seorang diktator disamakan dengan mereka,” tegasnya.

Lebih jauh, Usman memperingatkan bahwa langkah pemerintah mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional akan menghilangkan kompas moral bangsa. 

Baca Juga: Usai Rapat di DPR, Le Minerale Tegaskan Sumber Air dari Pegunungan Bukan dari Tanah

“Kita akan kehilangan pedoman tentang mana yang benar dan salah, mana yang etis dan tidak etis. Ini bukan sekadar soal simbol, tapi soal arah moral bangsa,” katanya.

Menurutnya, pengangkatan tersebut dapat dianggap sebagai normalisasi pelanggaran HAM masa lalu. Usman menyoroti sejumlah peristiwa berat di bawah pemerintahan Soeharto, seperti pembunuhan massal 1965–1966, tragedi Talangsari di Lampung, operasi militer di Aceh dan Papua, hingga kekerasan terhadap aktivis pro-demokrasi pada 1998.

“Itu semua adalah bagian dari kebijakan yang mengutamakan kepentingan investasi asing tanpa memperhatikan hak buruh, tanah adat, dan kebebasan pers,” ujarnya.

Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional. 

“Seorang pahlawanadalah sosok yang mengorbankan dirinya untuk bangsa, bukan yang memperkaya diri, keluarga, atau melanggar hak rakyatnya. Kalau itu diteruskan, bangsa ini akan kehilangan arah moralnya,” pungkas Usman Hamid.

x|close