Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru telah mengatur penguatan syarat dan prosedur penangkapan, penahanan, hingga penggeledahan agar lebih ketat dibandingkan aturan sebelumnya.
Ia menyebutkan bahwa tindakan upaya paksa memang dapat dilakukan aparat penegak hukum, namun harus dilaksanakan secara cermat dan tidak sembarangan. Habiburokhman juga membantah anggapan sejumlah kelompok masyarakat yang menilai Pasal 5 KUHAP baru merupakan “pasal karet” sehingga semua orang bisa ditangkap dengan mudah. "Penangkapan, penahanan, penggeledahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati, dengan syarat yang sangat ketat dan lebih ketat daripada KUHAP yang lama," ujar Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa beredar narasi publik yang menyebut penyelidik dapat melakukan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, bahkan penahanan pada tindak pidana yang belum terverifikasi. Menurutnya, anggapan itu keliru karena tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dilakukan pada tahap penyidikan, bukan penyelidikan.
Baca Juga: KPK Berharap RUU KUHAP Tidak Mengubah Kewenangan Lembaga Antikorupsi
Aturan tersebut, menurut Habiburokhman, dibuat untuk mengatasi keterbatasan jumlah penyidik di lapangan. Karena itu, penyelidik dapat membantu melakukan penangkapan, tetapi tetap dalam koridor penyidikan.
"Tapi dasar perintah si penyidik. Penangkapan dan penahanan penggeledahan dan penyitaan dalam Pasal 5 dilakukan atas perintah penyidik untuk kepentingan penyidikan, bukan penyelidikan," katanya.
Habiburokhman juga menepis narasi bahwa metode pembelian terselubung atau undercover buying dapat diterapkan dalam semua jenis tindak pidana. Ia menegaskan bahwa teknik tersebut hanya berlaku untuk investigasi khusus.
"Pasal 16, nggak ada bahwa penyamaran untuk semua tindak pidana, itu hanya untuk narkoba dan psikotropika," ujarnya.
Selain itu, ia membantah asumsi bahwa tindakan penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran dapat dilakukan berdasarkan penilaian subjektif aparat tanpa persetujuan hakim.
"Hal tersebut tidak benar ya, karena upaya paksa diatur secara ketat dengan izin hakim dan dengan syarat tertentu yang jauh lebih ketat daripada KUHAP lama," katanya.
(Sumber : Antara)
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman bersama jajaran Komisi III DPR RI saat konferensi pers di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu 19 November 2025. (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi) (Antara)