Ntvnews.id, Papua - Tragedi meninggalnya Irene Sokoy, seorang ibu hamil di Jayapura, bersama bayi yang dikandungnya setelah ditolak oleh empat rumah sakit, memicu keprihatinan mendalam sekaligus kritik terhadap layanan kesehatan di Papua.
Gubernur Papua Matius Derek Fakhiri akhirnya turun langsung memberikan pernyataan terbuka dan permintaan maaf kepada keluarga korban. Usai insiden tersebut, Fakhiri mendatangi rumah keluarga Irene di Kampung Hobong, Distrik Sentani, untuk menyampaikan permintaan maaf secara pribadi.
Ia menegaskan bahwa kematian Irene adalah bukti nyata bahwa tata kelola sejumlah fasilitas kesehatan di Papua masih jauh dari kata layak.
Baca Juga: Wapres Gibran: 24 Rumah Sakit Akan Dibangun di Tanah Papua
"Pertama-tama saya selaku pribadi dan Gubernur menyampaikan belasungkawa, turut berduka yang mendalam atas kejadian kebodohan dari kami," ucapnya, dikutip dari video yang diunggah akun Instagram @jakarta.keras, Minggu, 23 November 2025.
"Dari semua pemerintah saya ke bawah, dan semua aparat, ini kebodohan luar biasa yang dilakukan pemerintah. Permohonan maaf yang mendalam," sambung dia.
Fakhiri berjanji melakukan evaluasi menyeluruh terkait standar pelayanan, fasilitas, hingga kualitas kepemimpinan di rumah sakit yang berada di bawah pengawasan pemerintah provinsi.
Kasus meninggalnya Irene Sokoy, seorang ibu hamil di Jayapura, bersama bayi dalam kandungannya (Antara)
Keluarga Irene menceritakan detik-detik perjuangan membawa perempuan hamil tersebut untuk mendapatkan pertolongan medis pada Minggu, 16 November 2025,
Irene mulai mengalami kontraksi sejak siang hari. Keluarga kemudian membawa Irene menggunakan speedboat ke RSUD Yowari. Namun, mereka mengeluhkan pelayanan yang sangat lamban. Abraham Kabey, mertua Irene, menyebut surat rujukan baru dibuat mendekati tengah malam.
“Pelayanan sangat lama. Hampir jam 12 malam surat belum dibuat,” ungkap Abraham Kabey, mertua Irene.
Karena dokter kandungan sedang berada di luar kota, rumah sakit merujuk Irene ke RS Dian Harapan. Sesampainya di sana, Irene kembali gagal mendapat penanganan karena ruang BPJS kelas III penuh. Selain itu, dokter anestesi tidak tersedia. Rujukan pun dialihkan ke RSUD Abepura.
Bukannya mendapat perawatan cepat, di RSUD Abepura Irene justru ditolak karena ruang operasi dalam proses renovasi. Kondisinya yang semakin kritis membuat keluarga harus mencari rumah sakit berikutnya.
RS Bhayangkara menjadi opsi terakhir karena jaraknya paling dekat. Namun, rumah sakit tersebut menyatakan ruang BPJS kelas III penuh dan menawarkan ruang VIP dengan syarat uang muka Rp4 juta.
“Bukan pertolongan yang diberikan, tapi kami diminta bayar uang muka,” kata Abraham.
Karena tidak membawa uang, keluarga meminta agar Irene dirujuk ke RSUD Jayapura. Dalam perjalanan menuju RSUD Jayapura, kondisi Irene memburuk hingga mengalami kejang. Ambulans terpaksa kembali ke RS Bhayangkara, namun nyawanya tidak tertolong. Irene dinyatakan meninggal pada Senin, 17 November 2025 pukul 05.00 WIT.
Matius Derek Fakhiri (Pemprov Papua)