Ntvnews.id, Bogor - Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University, Sonni Setiawan, menilai bahwa cuaca ekstrem yang melanda Sumatera belakangan ini, termasuk banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, disebabkan oleh anomali siklon tropis yang terbentuk sangat dekat dengan garis ekuator, fenomena yang jarang terjadi.
“Tahun ini agak menarik perhatian para meteorologis, karena siklon tropis terjadi di dekat ekuator, bahkan di bawah lintang lima derajat,” ujar Sonni Setiawan, seperti dikutip dari informasi IPB University di Kota Bogor, Rabu.
Fenomena ini dikenal sebagai Siklon Tropis Senyar, yang interaksinya diperkuat oleh beberapa sistem atmosfer lain. Menurut analisis Sonni, ada interaksi kompleks antara Siklon Tropis Senyar, gelombang Ekuatorial Rossby, Madden Julian Oscillation (MJO) yang berada pada Fase 6 di Pasifik Barat tropis, Indian Ocean Dipole (IOD), serta intensitas La Nina yang dimodulasi oleh aktivitas sunspot.
Kondisi La Nina dan IOD, yang ditandai dengan menghangatnya suhu muka laut, dapat menyediakan pasokan uap air yang melimpah. Hal ini menjadi syarat awal terbentuknya depresi tekanan yang kemudian berkembang menjadi bibit siklon tropis, yang pada akhirnya dapat tumbuh menjadi siklon tropis.
Baca Juga: BMKG Minta Warga Waspada, Bibit Siklon Tropis Bisa Terbentuk di Perairan Selatan Indonesia
Kehadiran gelombang Rossby Ekuator dan MJO, menurut Sonni, memperkuat konvergensi pada fase pembentukan siklon. Kombinasi faktor-faktor ini memicu terbentuknya awan Cumulonimbus (CB) dalam jumlah besar, yang menimbulkan hujan ekstrem berkepanjangan di Sumatera, bahkan bisa berlangsung lebih dari 24 jam.
Selain itu, wilayah Indonesia juga berada di bawah pengaruh dua bibit siklon tambahan dan Siklon Tropis Fina, sehingga risiko bencana hidrometeorologi semakin tinggi.
“Siklon tropis merupakan gangguan atmosfer berskala sinoptik yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di wilayah yang dilaluinya, terutama dalam durasi harian di kawasan tropis,” jelasnya.
Dalam kondisi normal, pembentukan siklon tropis mengikuti pergerakan matahari. Jika matahari berada di belahan bumi utara, siklon tropis lebih banyak terjadi di utara, dan ketika bergeser ke selatan, kejadian dominan di selatan.
“Namun tahun ini anomali muncul karena pembentukan terjadi sangat dekat ekuator,” ujar Sonni. Ia menekankan bahwa meskipun Indonesia bukan jalur utama siklon, dampaknya tetap signifikan. “Dampaknya memang tidak sebesar daerah di luar batas lintang tersebut, tetapi potensi hujan ekstrem dan angin kencang tetap perlu diwaspadai,” tambahnya.
Fenomena siklon tropis dekat ekuator ini menjadi catatan penting bagi sains meteorologi Indonesia. Pemantauan satelit dan kajian lebih mendalam diperlukan agar masyarakat lebih siap menghadapi cuaca ekstrem yang kian sering terjadi dalam konteks perubahan iklim global.
(Sumber : Antara)
Ilustrasi: Pekerja mengoperasikan alat berat saat membersihkan material banjir bandang dan tanah longsor di Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Selasa 2 Desember 2025. ANTARA FOTO/Wawan Kurniawan/Lmo/bar (Antara)