Dirut Inhutani V Dicky Yuana Didakwa Terima Suap Rp2,55 Miliar Dalam Korupsi Pengelolaan Hutan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 22 Des 2025, 16:32
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Direktur Utama PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V periode 2021–2025 Dicky Yuana Rady (kanan) usai sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin 22 Desember 2025 ANTARA/Agatha Olivia Victoria Direktur Utama PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V periode 2021–2025 Dicky Yuana Rady (kanan) usai sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin 22 Desember 2025 ANTARA/Agatha Olivia Victoria (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Utama PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V periode 2021–2025, Dicky Yuana Rady, didakwa menerima suap sebesar 199 ribu dolar Singapura atau setara Rp2,55 miliar (kurs Rp12.800 per dolar Singapura) dalam perkara dugaan suap kerja sama pengelolaan kawasan hutan di lingkungan Inhutani V pada rentang waktu 2024–2025.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budiman Abdul Karib menduga Dicky menerima aliran dana tersebut dari dua pihak swasta, yakni pengusaha Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra.

"Uang diterima agar Dicky dapat mengondisikan atau mengatur agar PT PML tetap dapat bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44, dan 46 di wilayah Provinsi Lampung," ucap JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 22 Desember 2025.

Dalam uraian dakwaan disebutkan bahwa penerimaan uang dilakukan dalam dua tahap. Pada 2024, Dicky menerima 10 ribu dolar Singapura dari Djunaidi selaku Direktur PT PML. Selanjutnya pada 2025, Dicky kembali menerima 189 ribu dolar Singapura dari Djunaidi dan Aditya yang menjabat sebagai Staf Perizinan PT PML.

Baca Juga: Prabowo Perintahkan Audit Perusahaan Hutan, TNI-Polri Diminta Bantu Investigasi

Atas perbuatannya tersebut, Dicky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.

JPU memaparkan bahwa pada 18 Juli 2024, Dicky diduga mengajukan surat permohonan usulan revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) PBPH periode 2018–2027 PT Inhutani V Unit Lampung kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Dalam surat tersebut, permintaan PT PML disebut telah diakomodasi.

Namun, pengajuan surat itu dilakukan tanpa mencantumkan kondisi tanaman serta penguasaan kawasan hutan yang sebenarnya. Padahal, seluruh lahan tersebut telah dikerjasamakan dengan PT PML dan tidak diberitahukan maupun dilaporkan kepada Menteri LHK.

Setelah mengajukan usulan revisi RKUPH PBPH tersebut, JPU menyebut Dicky menghubungi Djunaidi dan meminta sejumlah uang untuk kepentingan pribadinya. Permintaan tersebut disanggupi oleh Djunaidi dengan harapan kerja sama PT PML dan PT Inhutani V tetap berjalan sesuai keinginannya.

Pada 21 Agustus 2024, Djunaidi dan Dicky diduga kembali bertemu. Dalam pertemuan tersebut, Djunaidi menyampaikan bahwa PT PML telah membayar ganti rugi dan denda sebesar Rp4,2 miliar yang telah ditransfer ke rekening PT Inhutani V.

Baca Juga: Bantah Tuduhan Kerusakan Alam, Zulhas: Menteri Kehutanan Mana Pun Tak Berani Terbitkan Izin di Tesso Nilo

Dalam kesempatan itu, Djunaidi juga menyerahkan uang 10 ribu dolar Singapura kepada Dicky dalam bentuk 100 lembar pecahan 100 dolar Singapura sesuai permintaan Dicky.

Selanjutnya, pada 23 Juli 2025, Djunaidi kembali bertemu dengan Dicky untuk membahas kerja sama penanaman tebu. Dalam pertemuan tersebut, Dicky memberikan lahan seluas 5.000 hektare dengan permintaan agar Djunaidi bersedia mengganti mobil Mitsubishi Pajero Sport milik Dicky dengan kendaraan jenis Jeep atau SUV lainnya.

"Atas permintaan Dicky, Djunaidi menyanggupi dan meminta agar Dicky menghubungi Aditya terkait permintaan mobil tersebut," tutur JPU.

Djunaidi kemudian meminta Aditya untuk menyerahkan uang pembayaran Jeep Rubicon kepada Dicky dalam bentuk dolar Singapura. Aditya juga diminta menghitung nilai tukar sebesar 188.390 dolar Singapura dengan kurs Rp12.660 per dolar Singapura.

Berdasarkan informasi tersebut, Djunaidi meminta agar jumlah uang dibulatkan menjadi 189 ribu dolar Singapura dan memerintahkan Aditya mengambil uang tersebut di rumah Djunaidi. Uang itu dibungkus menggunakan koran bekas, dimasukkan ke dalam tas, lalu dibawa dan diserahkan kepada Dicky di Wisma Perhutani.

(Sumber: Antara)

x|close