Menurutnya, kompetisi liga profesional Jepang yang dimulai tahun 1993 itu telah mengubah cara berpikir para pemain. J League seperti diketahui merupakan salah satu kompetisi terbaik di Asia. Lewat J-League, sepak bola Jepang bukan lagi sebatas hiburan semata. J Legue telah menciptakan iklim sepak bola modern dengan sistem pembinaan yang juga tertata rapi.
Sepuluh tahun sejak J League bergulir, para pemain Jepang mulai melebarkan sayap ke Eropa. Mereka mulai bermain di tim-tim elite dunia dan menimba ilmu dan pengalaman yang lebih baik.
Osumi Yoshiyuki, wartawan olahraga senior sekaligus penulis bulu asal Jepang, Osumi Yoshiyuki (NTVnews.id)
Hidetoshi Nakata jadi pionir jebolan J-League yang bermain di Eropa. Dia bergabung dengan Perugia pada tahun 1998-2000. Dia juga pernah memperkuat AS Roma hingga Fiorentina.
Banyak pemain jebolan J League yang kemudian mengikutu langkahnya. Sebut saja, Yuta Nagatomo yang bermain di Inter Milan hingga Wataru Endo yang kini berseragam Liverpool. Dari kompetisi Eropa mereka kemudian membawa pengalaman mereka ke tim Samurai Biru.
"Ya, J League telah memberi banyak perubahan bagi kekuatan timnas Jepang," kata Osumi.
Menurut Osumi, sebelum J-league, ada dua momen penting dalam perjalanan sepak bola Jepang. Pertama, sosok Dettmar Cramer di tahun 1960 dan kedua adalah Piala Dunia Meksiko 1970.
Cramer merupakan pelatih asal Jerman yang didatangkan Jepang pada tahun 1960 untuk mempersiapkan tim sepak bola ke Olimpiade Tokyo empat tahun kemudian. Kehadiran Cramer membawa perubaha besar bagi sepak bola Jepang. Di bawah asuhannya, Samurai Biru secara mengejutkan berhasil mengalahkan Argentina 3-2 di babak penyisihan grup.