Ntvnews.id, Jakarta - Industri hasil tembakau (IHT) nasional tengah menghadapi tantangan besar. Sejak Maret 2025, produksi rokok mengalami penurunan signifikan hingga mendekati angka 10 persen. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan nasib jutaan pekerja yang terlibat di seluruh rantai industri, dari hulu hingga hilir.
Ketua Umum Komunitas Pecinta Tabacum Nusantara (KPTNI), Eggy BP, mengungkapkan bahwa penurunan ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Ia menyebut sejumlah faktor penyebabnya, mulai dari kebijakan tarif cukai yang semakin tinggi, maraknya peredaran rokok ilegal, hingga tekanan dari berbagai kampanye pembatasan konsumsi produk tembakau.
“Tekanan terhadap IHT tidak hanya berasal dari cukai yang terus meningkat dan tingginya peredaran rokok ilegal, tetapi juga dari kampanye anti-rokok yang semakin masif,” kata Eggy.
Menurutnya, kenaikan harga rokok legal akibat peningkatan cukai mendorong konsumen beralih ke rokok murah, yang tidak jarang berasal dari jalur tidak resmi. Situasi ini secara langsung memukul pelaku industri dan turut melemahkan daya saing produk dalam negeri.
Penurunan produksi tersebut berpotensi berdampak pada lebih dari enam juta pekerja di sektor ini. Dari petani tembakau, buruh pabrik rokok, pedagang kecil, hingga pengrajin keranjang tembakau, semuanya menggantungkan hidup dari industri ini. “Dalam rantai IHT ini ada banyak lapisan masyarakat yang terkait, mulai dari petani tembakau hingga pengrajin keranjang tembakau,” ujarnya.
Eggy menekankan pentingnya keberpihakan kebijakan publik terhadap keberlangsungan industri lokal yang telah lama menjadi bagian dari identitas bangsa. “Kretek adalah kedaulatan bangsa yang hanya ada di negeri ini,” ujarnya lagi.
KPTNI pun berharap pemerintah dapat menciptakan regulasi yang lebih adil dan seimbang, yang tidak hanya berorientasi pada pembatasan, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan.