A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Pelaku Industri Tembakau Usulkan Moratorium Kenaikan Cukai Selama 3 Tahun - Ntvnews.id

Pelaku Industri Tembakau Usulkan Moratorium Kenaikan Cukai Selama 3 Tahun

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Jul 2025, 19:57
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi Industri Hasil Tembakau Ilustrasi Industri Hasil Tembakau (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kekhawatiran di kalangan pelaku industri hasil tembakau (IHT), khususnya di tingkat akar rumput, semakin menguat di tengah wacana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang terus mencuat. Para petani tembakau, buruh, hingga pelaku usaha kecil mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan.

Desakan tersebut disampaikan sebagai respons atas tekanan yang dinilai terus menerus melemahkan produktivitas industri dan mengancam keberlangsungan jutaan lapangan kerja dalam sektor padat karya ini.

Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, menyampaikan bahwa kondisi industri, terutama di wilayah Jawa Timur yang merupakan pusat utama produksi IHT, berada dalam situasi mengkhawatirkan. Ia mengatakan, sejumlah pabrik rokok kini terancam gulung tikar akibat beban biaya produksi yang meningkat tanpa dibarengi daya beli konsumen yang memadai.

“Pabrik yang dulu menyerap ribuan tenaga kerja kini banyak yang hanya bisa bertahan dengan ratusan atau bahkan puluhan pekerja. Beberapa perusahaan terpaksa menutup usahanya,” ujar Sulami dalam keterangannya, Senin, 14 Juli 2025.

Ia berharap pemerintah, terutama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang baru, dapat mendengarkan masukan dari pelaku industri yang selama ini menjadi tulang punggung sektor tembakau nasional.

“Pabrik-pabrik di industri tembakau adalah tempat bergantungnya jutaan pekerja, petani tembakau, dan pedagang kecil. Kami ingin kebijakan yang adil, terukur, dan berpihak kepada keberlangsungan usaha rakyat,” katanya.

Dalam pernyataannya, Sulami juga menyatakan dukungan terhadap wacana moratorium kenaikan CHT untuk periode 2026 hingga 2029. Ia menilai masa jeda tersebut penting bagi pemerintah dan pelaku industri dalam menyusun peta jalan yang menyeimbangkan antara kepentingan fiskal negara dan keberlanjutan sektor IHT.

“Saya sangat mendukung adanya moratorium tiga tahun untuk menghentikan sementara kenaikan CHT,” tegasnya.

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman Mudara, turut menyuarakan keprihatinan yang sama. Ia menyebut bahwa keresahan di kalangan pelaku usaha kecil terus meningkat setiap kali isu kenaikan cukai muncul ke permukaan. Dalam beberapa tahun terakhir, ujarnya, tekanan terhadap petani, pekerja, dan pelaku usaha kecil semakin terasa berat.

“Mereka beroperasi dalam tekanan tinggi, menghadapi penurunan produksi, penurunan penjualan, dan makin beratnya daya beli konsumen. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi menyangkut keberlangsungan mata pencaharian jutaan orang,” ungkap Budhyman.

Ia menilai usulan moratorium CHT selama tiga tahun sebagai kebijakan yang masuk akal dan strategis. Menurutnya, langkah tersebut akan memberi ruang bagi industri untuk beradaptasi serta memperkuat daya tahannya. Di sisi lain, pemerintah juga akan memiliki waktu yang cukup untuk merancang kebijakan fiskal yang lebih seimbang dan berpihak.

“Moratorium ini bukan berarti menolak kontribusi kepada negara, tapi memberi waktu agar industri bisa beradaptasi, menata ulang daya tahan, dan memastikan keberlanjutan tenaga kerja,” jelasnya.

Budhyman juga menekankan pentingnya partisipasi semua pemangku kepentingan dalam proses penyusunan kebijakan, termasuk petani, buruh, dan pengusaha kecil yang merupakan pilar utama ekosistem tembakau nasional. Ia menyayangkan karena selama ini kelompok tersebut kurang mendapat ruang dalam pengambilan keputusan fiskal.

“Sudah saatnya suara akar rumput didengar, bukan hanya kepentingan fiskal jangka pendek,” pungkasnya.

x|close