Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Panitia Pelaksana Minerba Convex 2025, Resvani, menyampaikan apresiasi kepada seluruh masyarakat Indonesia atas dukungan yang diberikan terhadap acara Minerba Convex 2025.
"Hadir disini banyak sekali peserta dari berbagai kalangan, bahkan ada yang membawa anak-anak untuk berpartisipasi dan mendapatkan edukasi positif di sini. Saya rasa ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan kita tentang industri pertambangan," ujar Resvani dalam program "Nusantara Economic Updates" yang dipandu jurnalis Nusantara TV, Ellen Gracia, Jumat (17/10/2025).
Lebih lanjut, dia menjelaskan, acara Minerba Convex bertujuan untuk mempertemukan berbagai stakeholder yang selama ini mungkin jarang berinteraksi.
"Misalnya, hubungan antara pemerintah dengan pelaku usaha, atau pemerintah dengan dunia pendidikan di tingkat kampus. Namun, yang baru di sini adalah keterlibatan masyarakat umum. Kami ingin menjadikan industri pertambangan ini lebih inklusif, terbuka, dan mudah dipahami. Misalnya, kita semua menggunakan handphone atau laptop, yang pada dasarnya berasal dari bahan tambang. Dengan pemahaman ini, masyarakat dapat melihat tantangan dalam mendapatkan bahan tambang yang harus dikelola secara bijaksana dan bertanggung jawab," lanjut Resvani, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi).
Dia menambahkan, kolaborasi kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat merupakan modal penting dalam mentransformasikan sumber daya mineral dan batu bara Indonesia menuju industrialisasi.
"Negara maju tidak tercapai tanpa proses revolusi industri, seperti yang terjadi di Eropa. Namun, kini revolusi industri harus ramah lingkungan," jelas Resvani.
Terkait dengan transisi energi, Resvani menyebutkan Indonesia telah memiliki Nationally Determined Contributions (NDC), yang menargetkan pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060.
Dia menegaskan konsep Net Zero Emission bukan berarti tidak ada lagi emisi karbon, melainkan keseimbangan antara karbon yang dikeluarkan dan yang diserap oleh alam.
"Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi emisi karbon dan meningkatkan teknologi di sektor energi terbarukan. Di sektor pertambangan, kami juga memastikan kegiatan reklamasi dan penutupan tambang dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan untuk meningkatkan penyerapan karbon," ungkapnya.
Namun, Resvani menekankan transisi energi juga bergantung pada pemanfaatan mineral-mineral Indonesia untuk mendukung industri teknologi energi terbarukan.
Baca Juga: Preskom NT Corp di Minerba Convex 2025: Indonesia Pasti Makmur Jika Semua Tambang Kita Dihilirisasi
Ketua Panitia Pelaksana Minerba Convex 2025, Resvani, dalam program "Nusantara Economic Updates" yang dipandu jurnalis Nusantara TV, Ellen Gracia.
"Mineral yang kita miliki sangat penting untuk pengembangan teknologi energi terbarukan. Misalnya, panel surya terbuat dari silika, dan turbin angin memerlukan nikel. Jadi, kita harus memastikan mineral kita dikelola dengan baik dan diproses untuk mendukung industri pembangkit energi terbarukan," tambah Resvani.
Dia juga menyoroti proses industrialisasi Indonesia akan berbeda dengan negara-negara Eropa karena kita memiliki sumber daya mineral yang melimpah.
Dengan melakukan pertambangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, mineral tersebut akan diproses untuk mendukung pengembangan teknologi pembangkit energi terbarukan, seperti turbin angin dan panel surya.
"Ini adalah langkah panjang untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan energi nasional. Kita harus bekerja bersama, baik pemerintah, pengusaha, dan investor, agar bangsa kita bisa mandiri dalam pengelolaan mineral dan transformasi menuju negara industri," tambah Resvani.
Mengenai proses penambangan, Resvani menyebutkan pemerintah telah memulai program-program yang berkelanjutan. Sebagai contoh, kini peralatan tambang telah menggunakan B40, sebuah biofuel yang mengandung 40% bahan biodiesel.
"Penggunaan B40 ini mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Di samping itu, peningkatan efisiensi dalam operasi teknis tambang juga menjadi fokus untuk menghasilkan output yang lebih besar dengan sumber daya yang lebih efisien," jelasnya.
Resvani juga menyampaikan pentingnya teknologi untuk meningkatkan efisiensi energi, seperti penggunaan teknologi supercritical yang dapat meningkatkan efisiensi pembakaran batubara.
"Teknologi supercritical ini memungkinkan peningkatan recovery energi dari 60-70% menjadi 80%. Teknologi ini juga membutuhkan bahan-bahan yang berasal dari mineral kita sendiri," katanya.
Menurutnya, dalam rangka mendukung hilirisasi, ada dua hal penting yang harus dilakukan. Pertama, mengembangkan industri material canggih (advanced materials) yang menjadi bahan utama dalam pembuatan komponen manufaktur seperti mesin mobil dan turbin pembangkit energi.
"Saat ini saya juga memimpin tim penyusunan RUU tentang material canggih. Tujuan kami adalah agar industri manufaktur kita lebih kompetitif di pasar global. Dengan pengembangan material canggih, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam industri global," tukas Resvani.