Asosiasi Petani Nilai Kebijakan Plain Packaging Perlu Kajian Lebih Mendalam

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 29 Okt 2025, 19:54
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Petani tembakau. Petani tembakau. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Rencana pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan kebijakan kemasan polos atau plain packaging pada produk rokok menuai kritik dari sejumlah pihak. Langkah ini dinilai tidak efektif dalam menekan jumlah perokok pemula dan justru dapat memperburuk peredaran rokok ilegal di pasaran.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, mengungkapkan bahwa dirinya turut hadir dalam rapat koordinasi Kemenkes yang membahas rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mengenai kebijakan tersebut. Dalam rapat itu, Kemenkes menyampaikan bahwa penerapan kemasan polos dimaksudkan untuk mengurangi prevalensi perokok pemula.

Namun, Agus menilai langkah itu tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya. Menurutnya, permasalahan utama bukan terletak pada desain kemasan, melainkan pada maraknya peredaran rokok ilegal yang murah dan mudah dijangkau oleh remaja.

“Yang pertama, bagaimana Kemenkes, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), saling berkoordinasi dan berkomunikasi dalam membuat aturan. Jangan lari ke gambar dulu,” ujar Agus dalam keterangannya, Rabu, 29 Oktober 2025.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Pastikan Harga Rokok Tak Naik pada 2026

Ia juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) jika kebijakan tersebut diterapkan. Agus menjelaskan bahwa produk rokok legal memiliki perlindungan resmi dari Kementerian Hukum dan HAM, termasuk terkait logo dan hak cipta.

“Kalau ini disahkan, maka yang akan terjadi, dalam pemikiran kami, rokok-rokok yang legal itu dipaksa perang untuk bertempur dengan rokok ilegal,” jelasnya.

Agus menambahkan bahwa penerapan kemasan seragam justru akan membuat produk legal dan ilegal sulit dibedakan di pasaran. Hal ini, katanya, bisa menimbulkan ketimpangan regulasi dan secara tidak langsung memberi ruang bagi produk ilegal untuk beredar lebih bebas.

Selain itu, ia menilai proses penyusunan regulasi terkait pengendalian tembakau masih belum inklusif. Menurutnya, petani tembakau dan pihak-pihak yang terdampak langsung kerap dilibatkan hanya di tahap akhir tanpa kesempatan memberi masukan yang substansial.

Baca Juga: IDAI Dorong Pemerintah Perkuat Regulasi Udara Bersih Tanpa Asap Rokok

“Setiap perancangan kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian tembakau, tidak melibatkan semua komponen. Mereka hanya membuat sesuai kepentingan kesehatan saja,” ungkapnya.

Agus juga menyinggung pola serupa yang terjadi dalam penyusunan berbagai kebijakan sebelumnya, seperti UU Kesehatan dan PP Nomor 28 Tahun 2024. Ia khawatir kebijakan plain packaging ini akan disahkan secara terburu-buru tanpa uji publik yang memadai.

“Ini yang bikin khawatir, jadi tidak mengakomodir sebuah visi ataupun nafas negara ini bahwa semua aturan itu harus melibatkan semua komponen karena negara kita dibuat dibangun itu Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan Negara Kesehatan Republik Indonesia,” tutupnya.

x|close