OJK Terbitkan 2 POJK untuk Perkuat Likuiditas dan Modal Bank Syariah

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 31 Okt 2025, 14:16
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Logo Otoritas Jasa Keuangan. (ANTARA/HO-OJK Kepri) Logo Otoritas Jasa Keuangan. (ANTARA/HO-OJK Kepri) (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis dua Peraturan OJK (POJK) terbaru untuk memperkuat likuiditas dan struktur permodalan industri perbankan syariah. Aturan ini ditujukan agar bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) lebih disiplin dalam mengelola likuiditas jangka pendek, pendanaan jangka panjang, serta ketahanan modal.

Kedua aturan tersebut adalah POJK Nomor 20 Tahun 2025 tentang kewajiban pemenuhan rasio liquidity coverage ratio (LCR) dan net stable funding ratio (NSFR) bagi BUS dan UUS, serta POJK Nomor 21 Tahun 2025 yang mengatur kewajiban pemenuhan leverage ratio bagi BUS.

“Kedua POJK tersebut menjadi langkah penting dalam memperkuat struktur permodalan, likuiditas, dan pendanaan jangka panjang BUS dan UUS agar semakin tangguh, efisien, serta sejalan dengan standar internasional Basel III dan Islamic Financial Services Board (IFSB),” ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 31 Oktober 2025.

POJK Nomor 20 Tahun 2025 mewajibkan BUS dan UUS menjaga LCR dan NSFR minimal 100 persen, dengan penerapan secara bertahap. Ketentuan ini dibuat untuk memastikan ketersediaan likuiditas jangka pendek yang memadai sekaligus pendanaan jangka panjang yang stabil, sehingga kedua institusi memiliki kemampuan lebih baik menghadapi dinamika ekonomi dan volatilitas pasar keuangan.

Baca Juga: Dorong Perekonomian, OJK Percepat Transformasi Ekonomi dan Keuangan Digital

Selain itu, OJK mewajibkan BUS dan UUS menghitung kecukupan likuiditas dan memantau pendanaan stabil bersih secara berkala, baik pada tingkat individu maupun konsolidasi. Hal ini dilakukan agar risiko likuiditas dapat dikelola secara terukur dan transparan. Pelaporan serta publikasi rasio-rasio tersebut akan dilakukan bertahap mulai 2026 hingga 2028, menyesuaikan kesiapan industri dan harmonisasi sistem pelaporan keuangan syariah.

Dengan penerapan POJK ini, BUS dan UUS diharapkan mampu mengelola likuiditas dan pendanaan secara lebih disiplin, mengoptimalkan komposisi aset dan liabilitas, serta memperkuat kemampuan menghadapi berbagai skenario tanpa mengganggu fungsi intermediasi.

Sementara itu, POJK Nomor 21 Tahun 2025 menetapkan kewajiban bagi BUS untuk menjaga leverage ratio minimal 3 persen. Pelaporan pertama akan berlaku untuk posisi akhir triwulan pertama 2026, sedangkan publikasi mulai September 2026.

Baca Juga: KPK Periksa Delapan Saksi untuk Telusuri Aset Tersangka Satori dalam Kasus CSR BI–OJK

Aturan ini bertujuan memperkuat ketahanan struktur permodalan BUS dengan indikator tambahan berupa leverage ratio sesuai standar internasional terkini. Leverage ratio membantu industri mengembangkan bisnis secara proporsional terhadap kapasitas modal, tanpa mempertimbangkan pembobotan risiko aset dan mitigasi risiko aset. Dengan leverage ratio, BUS diharapkan lebih mampu menghadapi dampak deleveraging dalam berbagai skenario.

POJK ini mulai berlaku bagi BUS sejak tanggal diundangkan, yakni 17 September 2025. Bagi BUS yang belum memenuhi threshold, dapat mengajukan rencana tindak kepada OJK, sementara yang tidak mematuhi ketentuan dapat dikenai sanksi administratif, baik denda maupun non-denda.

Dengan hadirnya POJK Leverage Ratio, OJK mendorong terciptanya struktur permodalan BUS yang kuat, menjadi pondasi bagi sistem perbankan syariah yang sehat, berkembang, dan berdaya saing global, sekaligus selaras dengan perkembangan standar internasional.

(Sumber: Antara) 

x|close