Severity: Warning
Message: Invalid argument supplied for foreach()
Filename: libraries/General.php
Line Number: 87
Backtrace:
File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler
File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular
File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once
Ntvnews.id, Jakarta - Sidang kasus korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024). Di persidangan terungkap bahwa Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi sempat menyewa kamar hotel mewah Grand Hyatt Jakarta, seharga Rp3 juta per malam. Uniknya, kamar untuk transit uang Rp 40 miliar itu cuma dipakai kencing atau buang air kecil oleh Achsanul.
Hal ini diungkap terdakwa Sadikin Rusli, yang merupakan kawan Achsanul Qosasi.
Adapun uang puluhan miliar tersebut, merupakan hasil korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo, yang dimaksudkan untuk mengkondisikan hasil audit BPK.
"Uang sudah ada di koper, sudah dikasih tahu, lalu kapan bapak serahkan sama Pak Achsanul?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri.
Mantan Anggota BPK Achsanul Qosasi. (Antara)
"Ya begitu beliau datang, terus sama-sama naik ke atas, ke lantai 9," jawab Sadikin.
"Bawa ke (kamar nomor) 902?" tanya Hakim lagi.
"904 dulu, Yang Mulia," kata Sadikin.
"Berapa itu tarifnya itu?" tanya Hakim.
"Kira-kira Rp3 jutaan," jawab Sadikin.
Dari dua kamar yang disewa, hanya kamar nomor 902 yang diinapi pada 19 Juni 2022 itu. Kamar ditempati Sadikin Rusli dan asistennya yang bernama Arfiana.
Sementara Achsanul Qosasi, memilih tak menginap di hotel tersebut. Ia hanya numpang buang air kecil di kamar 904 yang sudah disewa.
"Numpang kencing doang?" tanya Hakim Fahzal.
"Iya," jawab Sadikin.
"Untuk numpang kencing aja haha," kata Hakim seraya tertawa.
Sadikin lalu meralat keterangannya. Menurut dia, kamar 904 tadinya disewakan untuk keluarga Arfiana. Tapi kenyataannya pada hari itu, keluarga Arfiana juga tak ada yang menempati kamar itu.
"Bukan tujuannya untuk numpang kencing, Yang Mulia. Karena memang tujuan awalnya untuk keluarga," tuturnya.
'Di situ ada enggak keluarga Arfiana itu?" tanya Hakim.
"Enggak ada," jawab Sadikin.
"Ya enggak apa-apa. Sekarang apa pun dibayar kan bapak, kencing dibayar Rp3 juta di Grand Hyatt," celetuk Hakim.
Diketahui, dalam perkara ini Achsanul Qosasi didakwa jaksa penuntut umum karena menerima Rp 40 miliar di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat. Uang itu dimaksudkan untuk pengkondisian audit proyek pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo oleh BPK.
Hasilnya, BPK menerbitkan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo yang di dalamnya tidak ditemukan kerugian negara.
Laporan BPK tersebut kemudian digunakan untuk merekomendasikan penghentian penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, mengingat tak ditemukan kerugian negara.
Akibat perbuatannya, dalam dakwaan pertama Achsanul dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lalu dakwaan kedua, Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dakwaan ketiga, Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan keempat, Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Sadikin Rusli dijerat Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 butir ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.