Selain itu, BRICS memiliki lembaga keuangan seperti New Development Bank (NDB) yang dapat menjadi alternatif pendanaan bagi proyek-proyek besar di Indonesia, seperti infrastruktur dan energi.
“Dengan keanggotaan ini, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada lembaga keuangan internasional yang didominasi oleh Barat,” ungkap Sukamta.
Dia juga mengatakan bahwa keanggotaan di BRICS Plus memungkinkan Indonesia untuk berperan lebih besar dalam pembuatan kebijakan global, khususnya di bidang ekonomi dan politik internasional. Meskipun begitu, Sukamta mengingatkan bahwa Indonesia harus tetap memainkan peran yang cerdas di dalam BRICS, tanpa mengabaikan kerjasama yang sudah terjalin dengan baik dengan negara-negara Barat.
Perbedaan visi dan kepentingan di antara anggota BRICS Plus bisa menjadi hambatan dalam mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Sukamta menekankan bahwa Indonesia harus berpegang teguh pada prinsip politik luar negeri bebas dan aktif, yang menjadi landasan diplomasi negara.
Keinginan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS juga mendapat tanggapan positif dari negara-negara anggota, termasuk Rusia sebagai inisiator. Selain Indonesia, ada 12 negara lain yang telah menyatakan minat untuk bergabung dengan BRICS Plus, termasuk Aljazair, Belarus, dan Malaysia.
Sukamta menekankan bahwa langkah Indonesia untuk bergabung dengan BRICS Plus harus dipandang sebagai upaya memperluas kerjasama, bukan untuk berpihak pada salah satu blok.
"Indonesia harus tetap menjadi jembatan dialog antar kekuatan dunia, baik di Timur maupun Barat, agar keanggotaan di BRICS Plus bisa dimanfaatkan secara optimal," tutupnya.