Kemendagri Sarankan Pemerintah Aceh Cabut Qanun 17/2013 Tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Nov 2024, 11:33
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Plh. Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suryawan Hidayat menyarankan Pemerintah Aceh untuk mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), untuk kemudian berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hal itu disampaikan Suryawan  merespons surat Plh. Sekretaris Daerah Aceh Nomor:100.3/11557 tanggal 23 September 2024 hal Permohonan Fasilitasi Rancangan Qanun Aceh tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, di Jakarta, Kamis, 7 November 2024.

"Disarankan kepada Pemerintah Aceh untuk melakukan pencabutan Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Suryawan dalam surat Nomor 100.2.1.6/9049/OTDA, dikutip ari Antara, Selasa, 12 November 2024.

Ada pun rancangan Qanun Aceh tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah dilakukan pendalaman dan penajaman baik dari aspek yuridis formal dan materiil.

Ia pun meminta agar fasilitasi rancangan Qanun tidak dilanjutkan pembahasannya. Sebab, berdasarkan ketentuan Pasal 229 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyatakan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Lalu, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang menjadi dasar hukum pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah dicabut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-IV/2006, yang menyatakan “Mahkamah berpendapat bahwa asas dan tujuan KKR, sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang a quo, tidak mungkin dapat diwujudkan karena tidak adanya jaminan kepastian hukum (rechtsonzekerheid). Oleh karena itu, Mahkamah menilai undang-undang a quo secara keseluruhan bertentangan dengan UUD 1945 sehingga harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”.

Selanjutnya terkait dengan pelaksanaan rekonsiliasi di Aceh dapat melalui Badan Rekonsiliasi Aceh dan melakukan koordinasi kepada Kementerian Hak Asasi Manusia.

Halaman
x|close