Rasio Ridho Sani (Antara/ Sinta Ambar)
Dari jumlah tersebut, kerugian negara yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp 2,72 miliar. Namun, kerugian ini belum mencakup kerusakan lingkungan yang lebih luas akibat penebangan liar tersebut.
Penyidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa PT ABL tidak melakukan kewajiban penanaman kembali pohon setelah melakukan penebangan, melainkan hanya mengandalkan kontraktor untuk melakukan aktivitas penebangan ilegal tanpa pengawasan yang memadai.
Hal ini menunjukkan kelalaian dan ketidakpatuhan terhadap peraturan yang ada dalam pengelolaan sumber daya alam.
Sejauh ini, dua tersangka utama, yakni MAW (61) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT ABL dan DK (56), telah ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta. Sementara itu, tersangka lainnya, HT (44), yang merupakan Direktur PT GBP dan kontraktor penebangan, saat ini masih dalam pencarian dan telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ketiga tersangka dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, termasuk Pasal 82 Ayat (1) huruf a, Pasal 83 Ayat (1) huruf a, serta Pasal 85 Ayat (1) dan/atau Pasal 94 Ayat (1) huruf a, yang mengatur tentang penebangan liar, serta Pasal 78 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
Ancaman hukuman bagi para pelaku sangat berat, dengan kemungkinan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.