Ntvnews.id, Jakarta - Tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar melepas guru honorer Supriyani dari segala sanksi hukum masih menuai sorotan. Pasalnya, dalam pernyataannya JPU menyatakan Supriyani terbukti melakukan tindak pidana memukul siswa. Namun tindak pidana tersebut tidak dapat dibuktikan adanya niat jahat di dalamnya.
Putusan tersebut dianggap aneh dan tidak logis oleh banyak kalangan. Mengingat, guru Supriyani dan kuasa hukumnya telah menegaskan berkali-kali menyangkal tuduhan telah menganiaya siswa yang merupakan anak polisi tersebut.
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri menduga bentuk tuntutan tersebut merupakan cara atau strategi JPU untuk menemukan titik kompromi alias titik tengah.
"Pada satu sisi Jaksa barangkali merasa punya kepentingan untuk menjaga kehormatan atau menjaga muka sebagian pihak. Dan juga pada saat yang sama menjaga perasaan pihak lain," kata Reza Indragiri dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV, Rabu (13/11/2024).
"Menjaga muka yang saya maksud adalah karena faktanya berdasaran pemberitaan di media saya menangkap pesan kuat bahwa otoritas penegakan hukum dalam rantai sistem peradilan pidana dalam hal ini adalah kepolisian danbKejaksaan memang mengambil posisi yang sungguh-sungguh berseberangan dengan terdakwa dan penasihat hukumnya," lanjutnya.
"Nah pada sisi lain kalau kemudian Jaksa melihat persoalan sebagai hitam putih semata maka dikhawatirkan akan ada dampak tuntutan maupun nantinya dampak putusan yang kurang positif untuk ketentraman untuk ketenangan di lingkungan sekitar. Menurut saya karena itulah menjadikan tuntutannya itu sebagai sebuah tool sebagai sebuah instrumen untuk menemukan titik tengah dari dua pihak yang punya kepentingan bertolak belakang satu sama lain," imbuhnya.
Jika demikian kenapa tidak mengambil langkah deponering atau penghentian kasus saja?