Hakim: PT Timah Tbk Rugikan Negara Rp26 Triliun

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 11 Des 2024, 21:51
thumbnail-author
Elma Gianinta Ginting
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Suasana sidang putusan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/12/2024) Suasana sidang putusan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/12/2024) (ANTARA (Putu Indah Savitri))

Ntvnews.id, Jakarta - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Sukartono, mengungkapkan bahwa PT Timah Tbk. telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp26 triliun terkait dengan dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di area izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. selama periode 2015 hingga 2022.

"Sejak 2015, PT Timah tidak melakukan aktivitas penambangan di wilayah darat, tetapi justru menerima bijih timah dari penambangan ilegal yang dilakukan oleh lima smelter dan afiliasinya dalam area IUP PT Timah," jelas Sukartono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu, 11 Desember 2024.

Dia menambahkan bahwa para smelter dan afiliasi tersebut mengetahui bahwa penambangan di wilayah IUP PT Timah, yang merupakan area di luar izin masing-masing perusahaan, adalah ilegal.

"Meskipun dilarang, PT Timah Tbk tetap setuju untuk membeli bijih timah yang berasal dari penambangan ilegal tersebut," tuturnya.

Baca juga: Korea Utara Soroti Kegagalan Darurat Militer di Korea Selatan

Kesepakatan itu terwujud melalui penyusunan dan pelaksanaan program kerja sama mitra pertambangan untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal.

Menurut keterangan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016–2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Sukartono menyatakan bahwa Direktur Operasi dan Produksi PT Timah pada periode 2017–2020, Alwin Albar, mencatat pengiriman bijih timah sebanyak 5 persen yang berasal dari smelter swasta.

"Pengiriman ini seolah-olah legal dan resmi, sebagai hasil dari program sisa hasil penambangan PT Timah," katanya.

Sukartono menjelaskan bahwa PT Timah telah melakukan rekayasa dalam program pengamanan aset cadangan bijih timah serta kegiatan pengiriman bijih timah sebanyak 5 persen yang dikirimkan oleh individu maupun smelter swasta, seperti PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa ke PT Timah sejak tahun 2017 hingga 2018.

"Ini merupakan rekayasa PT Timah untuk memenuhi realisasi RKAB dengan cara melegalkan penambangan dan pembelian bijih timah dari pertambangan ilegal di IUP PT Timah yang pembayarannya didasarkan pada tonase timah," ujarnya.

Rekayasa ini menyebabkan pengeluaran yang tidak seharusnya bagi PT Timah sebesar Rp5.153.498.451.086 (Rp5 triliun).

Baca juga: Polisi Periksa Kasus Penganiayaan Siswa SMA oleh Kakak Kelas di Kebayoran Baru Jaksel

Sukartono juga menambahkan bahwa program kemitraan jasa pertambangan antara PT Timah dengan mitra pemilik Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) selama periode 2015–2022 yang melegalkan penambangan dan pembelian bijih timah dari penambangan ilegal mengakibatkan pengeluaran tidak seharusnya bagi PT Timah Tbk sebesar Rp10.387.091.224.913 (Rp10,3 triliun).

Kerugian sebesar Rp11.128.036.025.519 (Rp11 triliun) dijelaskan oleh Sukartono berasal dari kelima smelter tersebut yang mendapatkan timah mentah dengan mengumpulkan bijih timah ilegal dari kolektor-kolektor yang terhubung dengan mereka.

"Dan dari perusahaan-perusahaan cangkang atau boneka dari lima smelter yang menerima SPK (surat perintah kerja) dari PT Timah untuk melakukan pembelian dari penambangan ilegal dalam wilayah PT Timah," jelas Sukartono.

Dalam kasus korupsi timah ini, ketiga terdakwa diduga telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.

Kerugian tersebut terdiri dari Rp2,28 triliun akibat aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat pengolahan dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun akibat pembayaran bijih timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun terkait kerugian lingkungan.

(Sumber: Antara)

x|close