“Dengan undang-undang semacam ini, parlemen hanya memperdalam perpecahan di masyarakat,” ungkapnya.
Borhani, yang sebelumnya sempat ditangkap dan diskors dari Universitas Teheran pada 2023 karena kritiknya terhadap sistem politik, kini kembali menjabat di bawah pemerintahan Pezeshkian. Ia memperingatkan bahwa aturan baru ini tidak hanya melanggar hak-hak sipil tetapi juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap agama.
Para analis melihat perdebatan seputar aturan ini sebagai bagian dari konflik kekuasaan antara kelompok garis keras dan kekuatan moderat. Selama kampanye pemilihan, Pezeshkian berjanji akan membawa pendekatan yang lebih moderat. Namun, beberapa pengamat menilai bahwa ia belum sepenuhnya memahami tuntutan perempuan Iran, seperti disampaikan oleh aktivis hak asasi manusia Faezeh Abdipour.
Menurut Abdipour, perempuan di Republik Islam telah lama berjuang untuk menentukan pilihan mereka sendiri, termasuk dalam hal berpakaian. Namun, sistem politik terus mencoba mempertahankan kontrol ketat atas isu tersebut.
Baca Juga: Ngeri, Trump Bicara Soal Mungkinnya Perang dengan Iran
Abdipour, yang pernah ditangkap beberapa kali karena memperjuangkan hak asasi manusia, melaporkan bahwa situasi bagi perempuan yang menolak mengenakan jilbab semakin memburuk.
“Ada patroli polisi moral di berbagai tempat seperti stasiun kereta bawah tanah dan persimpangan jalan. Pelanggaran aturan jilbab dikenai denda besar, dan kendaraan saya bahkan pernah disita karena alasan ini,” ujarnya.