Ia juga menambahkan bahwa perempuan yang berbicara secara terbuka atau mengunggah foto tanpa jilbab di media sosial sering dipaksa menghapus konten mereka di bawah ancaman hukuman hukum. Mantan narapidana seperti dirinya terus menghadapi tekanan dari pihak berwenang.
Di kota-kota besar Iran, semakin banyak perempuan yang menolak mematuhi aturan berpakaian Islami. Fenomena ini meningkat setelah protes besar pada musim gugur 2022 dengan slogan "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan," yang mendapatkan perhatian global.
Tokoh konservatif seperti Ali Larijani, mantan Ketua Parlemen dan orang dekat Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamenei, juga mengkritik aturan baru ini.
Menurutnya, “Kami tidak membutuhkan undang-undang semacam ini. Yang paling kami perlukan adalah pendekatan persuasi budaya.” Namun, aktivis seperti Shiva Kianfar, yang melarikan diri ke Jerman, menilai bahwa pendekatan budaya tersebut telah gagal.
Kianfar, yang pernah ditangkap selama protes 2022 dan dipenjara di Penjara Urmia, percaya bahwa masyarakat Iran sedang mengalami perubahan mendalam.
“Bahkan di penjara, kami menolak mengenakan jilbab di hadapan interogator kami,” kenangnya.
Meskipun harus membayar mahal atas perlawanan tersebut, ia yakin bahwa perubahan sosial ini tidak dapat dihentikan. “Perlawanan perempuan yang terus berlanjut menunjukkan transformasi mendalam dalam masyarakat yang tidak lagi dapat diabaikan,” tegasnya.