Ia menyebutkan bahwa dari tiga oknum TNI AL yang terlibat dalam insiden ini, dua di antaranya merupakan prajurit Komando Pasukan Katak (Kopaska), satuan elite TNI AL. Salah satu dari mereka diketahui bertugas sebagai ajudan pejabat.
Sebagai organisasi besar dengan pengalaman panjang, TNI sebenarnya memiliki mekanisme pengawasan terhadap personelnya. Namun, Amelia menilai perlu adanya penguatan monitoring, pembinaan moral, dan peningkatan konsistensi dalam pembinaan mental prajurit untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
Komisi I DPR RI juga berkomitmen untuk terus melakukan fungsi pengawasan guna memastikan profesionalisme dan kredibilitas institusi TNI tetap terjaga.
Panglima Komando Armada TNI AL, Laksamana Madya TNI Denih Hendrata, menjelaskan bahwa senjata api yang dibawa oleh oknum TNI AL tersebut terkait dengan tugasnya sebagai ajudan. "Penggunaan senjata api melekat untuk seorang ajudan guna mengamankan pejabat yang dikawalnya, termasuk dirinya sendiri," ujarnya saat konferensi pers di Markas Koarmada TNI AL, Jakarta, Senin (6/1).
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan mengevaluasi penggunaan senjata api oleh anggota TNI AL guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
(Sumber: Antara)