Buntut Bagi-bagi Voucher Hadiah, Dukungan ke Pemerintah Jepang Turun

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Mar 2025, 08:50
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Anggota parlemen Jepang pada Selasa (1/10/2024) memilih Shigeru Ishiba sebagai perdana menteri baru negara itu, menggantikan Fumio Kishida. Anggota parlemen Jepang pada Selasa (1/10/2024) memilih Shigeru Ishiba sebagai perdana menteri baru negara itu, menggantikan Fumio Kishida. (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Tokyo - Tingkat dukungan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengalami penurunan signifikan, sebagaimana hasil jajak pendapat yang dirilis pada Senin, 17 Maret 2025.

Dilansir dari Channel News Asia, Selasa, 18 Maret 2025, kemerosotan ini terjadi setelah Ishiba mendapat kritik keras akibat pembagian voucher hadiah senilai 100.000 Yen atau sekitar Rp11 juta kepada 15 anggota parlemen baru dari Partai Demokratik Liberal (LDP), yang merupakan partai penguasa.

Menurut survei yang dilakukan oleh harian Asahi Shimbun, hanya 26 persen pemilih yang kini mendukung Kabinet Ishiba, turun drastis dari 40 persen pada Februari lalu. Sementara itu, survei Yomiuri Shimbun menunjukkan dukungan sebesar 31 persen, turun dari 39 persen di bulan sebelumnya. Angka-angka ini merupakan yang terendah sejak Ishiba menjabat sebagai perdana menteri pada Oktober 2024.

Skandal Voucher Memicu Kontroversi

Shigeru Ishiba mendapat kecaman luas atas keputusannya membagikan voucher hadiah kepada anggota parlemen baru. Meski ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk apresiasi yang sah secara hukum, berbagai pihak, termasuk anggota parlemen oposisi, tetap mengkritiknya.

Ishiba telah meminta maaf pada Jumat lalu, mengungkapkan penyesalannya karena telah menyebabkan kekhawatiran di masyarakat.

Baca Juga: Polisi Jepang Rilis Survei, Ternyata 3 Juta Orang Jepang Main Judi Online

"Voucher tersebut saya bayar secara pribadi dan dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi, bukan sebagai donasi politik," ujar Ishiba, seperti dikutip Channel News Asia pada Senin, 17 Maret 2025.

Namun, permintaan maafnya belum cukup untuk meredakan kemarahan publik. Pada Senin, ia kembali meminta maaf, mengakui adanya perbedaan antara pemahaman publik dan praktiknya dalam memberikan voucher hadiah tersebut.

Survei Asahi Shimbun mengungkapkan bahwa 75 persen responden menganggap pembagian voucher hadiah sebagai masalah, sementara 23 persen lainnya tidak melihatnya sebagai isu besar. Hasil serupa juga ditemukan dalam survei Yomiuri Shimbun, di mana 75 persen responden menyatakan bahwa kebijakan ini bermasalah.

Masa Depan Ishiba Dipertanyakan

Meskipun skandal ini telah merusak citranya, 60 persen responden dalam survei Asahi Shimbun masih ingin Ishiba tetap menjabat sebagai perdana menteri, sementara 32 persen lainnya mendesaknya untuk mengundurkan diri. Namun, beberapa laporan media Jepang menyebutkan bahwa penurunan dukungan ini dapat memicu gerakan dari dalam LDP untuk mendesak Ishiba mundur, terutama menjelang pemilihan majelis tinggi parlemen pada Juli mendatang.

Baca Juga: 1 Orang Tewas saat Pabrik di Jepang Meledak

Ishiba sendiri naik ke tampuk kekuasaan setelah menggelar pemilihan umum mendadak pada Oktober 2024. Namun, skandal korupsi di dalam LDP serta tingginya inflasi membuat pemilih semakin kecewa, yang berujung pada kekalahan besar bagi koalisinya di majelis rendah parlemen. Hasil tersebut menjadi kekalahan terburuk bagi LDP dalam 15 tahun terakhir.

Sejak pemilu tersebut, LDP dan mitra koalisinya, Komeito, terpaksa bergantung pada dukungan oposisi untuk meloloskan kebijakan. Kondisi ini semakin memperumit posisi Ishiba, yang kini menghadapi tekanan politik semakin besar.

Dampak Jangka Panjang bagi LDP

Sebagai partai yang telah mendominasi politik Jepang sejak 1955, LDP belakangan ini terus dirundung berbagai skandal korupsi, termasuk kasus suap yang menjatuhkan pendahulu Ishiba. Skandal voucher hadiah semakin memperburuk citra partai di mata publik.

Survei ketiga oleh Mainichi Shimbun menunjukkan bahwa tingkat dukungan terhadap Kabinet Ishiba kini hanya 23 persen, turun dari 30 persen pada Februari lalu. Selain itu, 78 persen responden menyatakan bahwa pembagian voucher hadiah merupakan masalah serius.

Dengan dukungan yang terus merosot, masa depan politik Ishiba dan LDP kini berada dalam posisi genting. Pemilihan majelis tinggi pada Juli mendatang akan menjadi ujian besar bagi partai ini. Apakah Ishiba mampu mengembalikan kepercayaan publik atau justru terpaksa mengundurkan diri, masih menjadi tanda tanya besar.

x|close