Ntvnews.id, Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi sorotan setelah muncul kabar bahwa dirinya akan menerima hadiah berupa pesawat mewah dari pemerintah Qatar, meskipun ada regulasi ketat di AS terkait penerimaan hadiah oleh pejabat tinggi negara. Kritik langsung bermunculan, mempertanyakan apakah langkah tersebut etis dan sesuai hukum.
Dilansir dari Fox News, Rabu, 14 Mei 2025, Gedung Putih memberikan klarifikasi atas kabar tersebut, menyatakan bahwa keluarga kerajaan Qatar berniat menyumbangkan sebuah pesawat Boeing 747-8 bernilai sekitar US$ 400 juta (sekitar Rp 6,6 triliun), yang digambarkan sebagai "istana di udara". Konfirmasi itu disampaikan saat Trump dijadwalkan melakukan perjalanan ke Timur Tengah pekan ini.
Menurut pernyataan resmi Gedung Putih, pemerintah AS akan menangani tawaran tersebut dengan tingkat transparansi yang tinggi. Mereka juga membantah dugaan bahwa Qatar mengharapkan imbalan atau perlakuan khusus dari AS sebagai balasan atas hadiah itu.
“Pemerintah Qatar telah mengajukan niat baik untuk menyumbangkan pesawat kepada Departemen Pertahanan. Detail hukumnya masih dalam proses pembahasan,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, kepada Fox News.
Baca Juga: Trump Ungkap Berhasil Cegah Perang Nuklir India-Pakistan Pakai Ancaman Dagang
Ia menegaskan bahwa setiap bentuk donasi kepada pemerintah akan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku dan dilakukan secara terbuka.
Pemberian pesawat yang dirakit di luar negeri dan bernilai sangat tinggi ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan menimbulkan banyak pertanyaan seputar etika, keamanan, serta potensi konflik kepentingan.
Menanggapi isu kemungkinan adanya kepentingan terselubung dari Qatar, Leavitt menyatakan: “Sama sekali tidak. Mereka tahu bahwa Presiden Trump hanya akan mengambil keputusan berdasarkan kepentingan rakyat Amerika.”
Konstitusi AS secara tegas melarang pejabat negara menerima hadiah dari penguasa atau negara asing, berdasarkan ketentuan yang dikenal sebagai emoluments clause. Meski begitu, sejumlah pihak menilai ada celah hukum, misalnya jika pesawat tersebut diberikan kepada Pentagon atau kelak disumbangkan ke perpustakaan presiden usai masa jabatan Trump berakhir.
Baca Juga: Trump Sambut Terpilihnya Paus Amerika Pertama: Kehormatan Besar Bagi Negara Kita
Trump sendiri membela keputusan untuk menerima pesawat tersebut — meskipun tidak secara langsung menyebut Qatar sebagai pihak pemberi — dengan mengatakan bahwa pesawat itu akan menjadi aset sementara bagi Pentagon untuk menggantikan Air Force One yang sudah berusia lebih dari 40 tahun.
“Faktanya, Departemen Pertahanan akan menerima pesawat 747 baru secara cuma-cuma sebagai pengganti Air Force One yang sudah tua. Ini adalah transaksi yang sangat transparan dan terbuka,” tulis Trump melalui akun media sosialnya, Truth Social. Ia juga menyindir para politisi Demokrat yang dianggapnya terlalu mencurigai niat baik tersebut.
Sejumlah politisi dari Partai Demokrat, termasuk beberapa senator, menyuarakan keprihatinan mereka atas potensi konflik kepentingan, ancaman terhadap keamanan nasional, dan pengaruh asing yang mungkin timbul dari pemberian tersebut.
Berbicara di Gedung Putih, Trump kembali membela kebijakannya. “Ini langkah yang luar biasa,” ujarnya. Ia menolak anggapan bahwa Qatar mengharapkan sesuatu sebagai balasan. “Saya tidak akan pernah menolak tawaran seperti ini. Saya tidak akan bertindak bodoh dengan menolak pesawat gratis yang sangat mahal,” katanya.
Trump juga menyebutkan bahwa pesawat tersebut nantinya bisa disumbangkan ke perpustakaan kepresidenannya sebagai barang pameran, sebagaimana dilakukan oleh perpustakaan milik Presiden Ronald Reagan yang memajang pesawat Air Force One lama.
Trump memang sejak lama mengeluhkan pesawat kepresidenan yang digunakan saat ini. Pesawat tersebut merupakan dua unit Boeing 747-200B yang mulai beroperasi pada tahun 1990 di era Presiden George HW Bush. Awal tahun ini, Trump mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan alternatif karena penundaan pengiriman pesawat baru jenis 747-8.