Ntvnews.id, Jakarta - Pengemudi ojek online (ojol) mengaku tak pernah diajak berdiskusi oleh pihak aplikator untuk menentukan argo atau promo hemat. Ini membuat para pengemudi ojol merasa telah dijadikan sapi perah selama 10 tahun. Bahkan, menurut perhitungan mereka, para pengemudi ojol rugi Rp12 ribu per 10 kilometer.
"Yang saat ini terjadi, mereka suka-suka dengan menyebut paket hematnya mereka. Sehemat-hemat mungkin, tapi mereka tidak pernah mau bantu kita untuk mengatasi keuangan kita," ujar perwakilan Kelompok Korban Aplikator Ade Armansyah, saat rapat dengan Komisi V DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025.
"Jadi, kami merasa saat ini kami dijadikan sapi perah sama mereka selama kurang lebih 10 tahun," sambungnya.
Ia melanjutkan, aplikator atau penyedia jasa tak pernah mau melihat dan menghitung biaya yang dikeluarkan pengemudi ojol saat bekerja, tak terkecuali bensin. Di sisi lain, para pengemudi ojol pun tidak tahu dasar perhitungan yang digunakan aplikator untuk menentukan argo hemat.
"Dasarnya apa sampai mereka harus tetapkan argo Rp3.300. Jadi, kalau seandainya mereka bisa mau diskusi saja dan membuka ruang itu untuk bicara, mungkin enggak sepanjang ini (permasalahannya)," tuturnya.
Ia juga merasa aturan pemerintah yang telah dikeluarkan sejauh ini tidak dijalankan dengan baik. Pihaknya ingin ada keadilan antara aplikator dan ojol, yakni saling untung sekitar 10 persen dari setiap layanan.
"Makanya, kami minta sama mereka kalau mereka mau untung 10 persen, kami pun juga harus untung 10 persen. Karena dari hitungan kami, per 10 km itu kami rugi kurang lebih Rp12 ribu per 10 km. Jadi kalau mereka boleh untung 20 persen, masa kami tidak boleh untung 10 persen," tuturnya.
Sebelumnya, pengemudi ojol berunjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025. Mereka menuntut kenaikan tarif antarpenumpang, kehadiran regulasi makanan dan barang roda dua, ketentuan bersih tarif roda empat, dan kehadiran undang-undang transportasi online Indonesia.