Ntvnews.id, Jakarta - Setelah tiga kali absen dari panggilan jaksa, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Saeful Bahri akhirnya hadir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap yang menjerat Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai terdakwa.
Sidang yang digelar dengan agenda pemeriksaan saksi ini dipimpin oleh Hakim Ketua Rios Rahmanto. Selain Saeful, turut hadir pula Kepala Kepatuhan PT Valuta Inti Prima (VIP), Carolina Wahyu Apriliasari, yang juga dijadwalkan memberikan kesaksian.
Baca Juga: Menag Nasaruddin Umar Bicara Moderasi Beragama dan Ekoteologi di Georgetown University
Saeful Bahri diketahui telah tiga kali tidak memenuhi panggilan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketidakhadiran Saeful sebelumnya tidak disertai penjelasan resmi dari JPU, meski pihak jaksa menyampaikan bahwa Saeful sempat mengirimkan surat pemberitahuan alasan absensinya.
"Kami terima surat dari saksi Saeful Bahri yang tidak bisa hadir, izin kami sampaikan kepada Yang Mulia suratnya," ujar JPU dalam sidang pada Rabu, 7 Mei 2025.
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto (kedua kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). (Dok.Antara)
Sebelumnya, JPU telah memanggil Saeful untuk hadir sebagai saksi pada tiga kesempatan, yakni Kamis 24 April, Jumat 25 April dan Rabu 7 Mei, namun ia tidak hadir pada ketiga jadwal tersebut.
Saeful Bahri merupakan mantan terpidana dalam kasus yang melibatkan Harun Masiku. Ia diduga bersama-sama dengan Hasto Kristiyanto, Harun Masiku, dan sejumlah pihak lainnya, memberikan suap sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022, Wahyu Setiawan, dalam kurun waktu 2019–2020.
Dalam perkara yang menjerat Hasto, Sekjen DPP PDIP itu didakwa menghalangi penyidikan KPK terkait kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku. Ia diduga memerintahkan Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi PDIP, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan.
Tidak hanya itu, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menyembunyikan atau merusak barang bukti berupa ponsel sebagai langkah antisipatif terhadap upaya penyitaan oleh penyidik KPK.
Selain menghalangi penyidikan, Hasto didakwa terlibat langsung dalam pemberian suap bersama advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan membantu proses penggantian antar waktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Dapil Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Sumber: Antara)