Ntvnews.id, Jakarta - Sebuah video yang menunjukkan dugaan praktik pengkaplingan area perkemahan oleh operator pendakian di Gunung Merbabu viral di media sosial. Video tersebut memicu keresahan di kalangan pendaki, terutama karena adanya dugaan monopoli area tenda di Sabana I, salah satu spot favorit di jalur pendakian.
Menanggapi hal ini, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb) memastikan tidak ada sistem booking eksklusif atau pengkaplingan lahan camp di kawasan taman nasional tersebut.
Kepala BTNGMb, Anggit Haryoso, menyatakan bahwa seluruh pendaki, baik yang datang secara mandiri maupun melalui jasa open trip, memiliki hak yang sama untuk mendirikan tenda di area yang telah ditentukan.
“Kami telah menerima laporan video itu pada 29 Mei 2025. Kami langsung menindaklanjuti dengan meminta klarifikasi dari operator terkait. Kami pastikan tidak ada sistem kapling atau booking khusus area tenda di Merbabu,” tegas Anggit kepada wartawan, dilansir Rabu, 4 Mei 2025.
Ia menambahkan, sistem pendaftaran pendakian Gunung Merbabu telah diatur secara resmi dan transparan melalui booking online yang dikelola oleh BTNGMb. “Siapa pun yang sudah mendaftar legal, memiliki hak yang sama di lapangan,” ujarnya.
Video yang beredar luas itu disebut-sebut diambil di area Sabana I, salah satu lokasi favorit pendaki karena pemandangannya yang ikonik. Namun pihak BTNGMb masih menelusuri kebenaran lokasi dan jalur pendakian yang digunakan kelompok tersebut.
Menariknya, fenomena serupa ternyata tidak hanya terjadi di Merbabu. Laporan serupa juga ditemukan di beberapa gunung lain di Indonesia, seperti Rinjani dan Lawu, yang kini menjadi perhatian bersama pecinta alam.
“Kami imbau semua pendaki, baik yang mendaki secara mandiri maupun melalui open trip, untuk melapor jika melihat kejadian seperti ini. Bisa melalui call center resmi atau petugas di pintu masuk pendakian,” tambah Anggit.
Menanggapi polemik ini, pihak operator open trip yang disebut dalam video, Tiga Dewa Adventure, melalui perwakilannya M. Rifqi Maulana, angkat bicara.
Dalam keterangan resmi, Rifqi membantah keras tudingan bahwa pihaknya melakukan pengkaplingan atau memonopoli lahan camp. Ia menjelaskan bahwa penggunaan porter untuk mendahului pendakian adalah hal lazim, semata untuk membawa logistik dan mendirikan tenda, bukan untuk mem-booking lahan.
“Kami tidak pernah melakukan pengkaplingan area perkemahan. Gunung adalah milik bersama, dan kami menjunjung tinggi etika pendakian,” kata Rifqi.
Rifqi juga menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi dan menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi internal, termasuk terhadap sistem kerja, guide, dan porter lokal.
“Jika ke depan ditemukan ada anggota tim kami yang melanggar aturan atau etika pendakian, kami tidak segan mengambil langkah tegas,” ujarnya.