Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengeluarkan pernyataan tegas terkait keberadaan tambang nikel di Raja Ampat. Ia menegaskan, kegiatan tambang yang berlangsung di kawasan tersebut secara jelas bertentangan dengan UU.
Hanif mengungkapkan bahwa wilayah tambang nikel tersebut berada di pulau-pulau kecil yang memiliki nilai ekologis tinggi. Ia menekankan bahwa larangan penambangan di kawasan semacam itu bukan sekadar kebijakan lingkungan, melainkan amanat langsung dari Undang-Undang.
"Tapi secara prinsip memang tidak dibenarkan adanya kegiatan tambang di pulau kecil, ini mandatnya Undang-undang ya, bukan mandat LH (Lingkungan Hidup) ya, sehingga memang itu yang harus kita lakukan bersama," ujar Hanif Dalam konferensi pers di Jakarta.
Pernyataan Hanif merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang merupakan revisi dari UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam Pasal 23 ayat (2) disebutkan bahwa pemanfaatan pulau kecil dan sekitarnya harus difokuskan untuk konservasi, pendidikan, penelitian, budidaya laut, pariwisata, perikanan, serta pertahanan dan keamanan, bukan untuk eksploitasi tambang.
Hanif menjelaskan bahwa tambang nikel yang kini menuai sorotan memang sudah mengantongi izin jauh sebelum aturan larangan itu diundangkan. Izin usaha pertambangan (IUP) tersebut diterbitkan melalui Kontrak Karya Generasi VII sejak 1998, sebelum UU Nomor 1 Tahun 2014 diberlakukan.
"Itu kan undang-undang (aturannya), sorry ya, izinnya lebih duluan (keluar) daripada undang-undang (UU). UU kan tahun 2014, nah ini si tambangnya telah mendapatkan kontrak karya di tahun 1998," ungkapnya.
Perusahaan yang dimaksud adalah PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), yang hingga kini masih memiliki legalitas operasional berdasarkan kontrak tersebut. Perusahaan tersebut sudah mendapatkan izin dari Presiden Soeharto yang kala itu menjabat.
Lebih jauh, Hanif memaparkan bahwa Raja Ampat adalah wilayah yang menyimpan kekayaan hayati laut luar biasa. Berdasarkan penelitian, sekitar 75 persen spesies karang dunia ditemukan di perairan ini, menjadikannya salah satu pusat biodiversitas laut paling penting di dunia.
"Kita akan didiskusikan lebih lanjut langkah apa yang akan kita ambil, tetapi secara teknis memang yurisprudensi hukumnya bicara seperti itu," ujarnya.
Pemerintah pusat kini tengah mengkaji ulang langkah-langkah hukum dan administratif yang dapat ditempuh untuk mengatasi situasi ini. Meski tambang berdiri di atas dasar izin lama, kebutuhan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan menghormati hukum yang lebih mutakhir.
Langkah-langkah selanjutnya, menurut Hanif, akan dibahas secara lintas sektor dengan melibatkan pemangku kepentingan dari bidang hukum, lingkungan, dan pertambangan. Namu, menurutnya, negara tak bisa lagi membiarkan kawasan Raja Ampat dijadikan ladang eksploitasi industri.