Ntvnews.id, Jakarta - Saat ini sorotan publik terhadap tengah fokus terhadap eksploitasi sumber daya alam di wilayah kepulauan. Tercatat, ada 5 perusahaan tambang nikel kini mengantongi izin resmi untuk beroperasi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa seluruh kegiatan tersebut dijalankan sesuai regulasi, termasuk dalam aspek perlindungan lingkungan dan keberlanjutan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Berdasarkan data terbaru Kementerian ESDM, dua dari lima perusahaan mendapat izin langsung dari pemerintah pusat, sementara tiga lainnya mengantongi izin dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Namun dari kelimanya, hanya sebagian yang telah aktif memproduksi nikel.
PT Gag Nikel
Perusahaan ini telah beroperasi di Pulau Gag dengan wilayah konsesi mencapai lebih dari 13.000 hektare. Sejak memperoleh izin operasi produksi pada 2017, PT Gag Nikel terus mengembangkan kegiatannya dan telah merampungkan reklamasi di sebagian besar wilayah tambang.
Meski begitu, perusahaan ini masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO) untuk bisa membuang air limbah hasil tambang. Dokumen lingkungan seperti AMDAL dan IPPKH sudah dikantongi sejak beberapa tahun lalu. Perusahaan ini mendapatkan izin dari pemerintah pusat.
PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Perusahaan ini beroperasi di Pulau Manuran dengan konsesi seluas 1.173 hektare. Izin operasi produksi yang baru saja diperpanjang hingga 2034 memperkuat posisi perusahaan ini sebagai salah satu pemain utama. Dokumen lingkungan seperti AMDAL dan UKL-UPL sudah dikantongi sejak 2006.
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Berbeda dengan dua perusahaan di atas, tiga perusahaan yang berizin dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat masih menunjukkan aktivitas terbatas dan bahkan ada yang belum memulai sama sekali.
PT MRP ini diketahui baru sampai pada tahap eksplorasi di Pulau Batang Pele. Perusahaan ini belum memiliki dokumen lingkungan, yang menjadi syarat penting sebelum memulai kegiatan produksi.
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
Perusahaan ini telah memulai kegiatan produksi pada 2023 di atas lahan seluas hampir 6.000 hektare. Namun, saat ini aktivitas tambang sedang terhenti. Perusahaan ini telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian LHK pada tahun 2022.
PT Nurham
Perusahaan terbaru adalah PT Nurham, yang mendapat izin pada awal 2025 untuk wilayah seluas 3.000 hektare di Pulau Waegeo. Meskipun sudah mengantongi persetujuan lingkungan sejak 2013, hingga kini belum ada kegiatan tambang yang berjalan.