Ntvnews.id, Jakarta - Kediaman Dedi Mulyadi di Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat, kedatangan tamu istimewa pada Kamis siang. Didit Prabowo, putra Presiden Prabowo Subianto, bersama aktris Happy Salma, hadir dalam kunjungan bertema budaya yang penuh cita rasa, secara harfiah.
Kunjungan itu bukan sekadar silaturahmi. Didit dan Happy tengah melakukan riset untuk buku tentang silat dan kuliner tradisional Nusantara. Salah satu yang menarik perhatian mereka adalah sambal, pelengkap sederhana yang sarat makna dalam keseharian masyarakat Sunda.
Dedi tak membiarkan perbincangan berhenti di teori. Ia langsung mengajak kedua tamunya turun ke dapur tradisional untuk meracik sambal khas Jawa Barat.
“Jadi gini, sambal itu sebenarnya cerita tentang bagaimana kreatifnya kaum ibu di Jawa Barat. Cermin dari kemiskinan juga bisa dilihat dari sambal,” ujar Dedi dalam video yang ia unggah di akun Instagram pribadinya, @dedimulyadi71.
Dengan cekatan, Dedi mengulek sambal dari bahan-bahan sederhana seperti cengek (cabai rawit), garam, hingga terasi. Dari racikan itu, lahirlah sambal yang disebut sambal goang, sambal bledag, dan sambal terasi.
“Makanan Indonesia itu lahir dari keprihatinan. Dari keadaan, dari kemiskinan. Dari bahan baku yang sangat terbatas,” katanya sambil mengulek.
Didit terlihat menikmati proses itu. Ia mencicipi sambal langsung dengan ulen (uli ketan) dan pepes ikan, menu sederhana yang disiapkan langsung oleh tuan rumah. Tak butuh waktu lama, sambal buatan Dedi berubah menjadi sajian utama makan siang.
Namun pertemuan mereka tidak hanya membahas rasa. Di balik setiap ulekkan sambal, tersimpan filosofi yang mendalam. Dedi menjelaskan konsep samara pawon, istilah dalam budaya Sunda yang menyatukan bumbu (samara) dan dapur (pawon) sebagai lambang kehidupan yang penuh syukur dan kearifan lokal.
“Orang Sunda makan apa pun, seenak apa pun, tetap butuh sambal. Karena yang dicari itu rasa. Rasa itu bukan cuma soal lidah, tapi juga soal hati,” ucapnya dalam unggahan video tersebut.
Kunjungan Didit dan Happy Salma menjadi pengingat bahwa makanan tradisional tak hanya menggoyang lidah, tapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang hampir terlupakan. Dan di Lembur Pakuan hari itu, sebuah mangkuk sambal menjadi jembatan antara generasi, tradisi, dan rasa.