Eks Direktur Perumda Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara Terkait Korupsi Pengadaan Lahan Rorotan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Jun 2025, 16:29
thumbnail-author
Muslimin Trisyuliono
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
 Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) periode 2019–2024 Indra Sukmono Arharrys divonis 4 tahun penjara/Antara Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) periode 2019–2024 Indra Sukmono Arharrys divonis 4 tahun penjara/Antara

Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) periode 2019–2024 Indra Sukmono Arharrys divonis 4 tahun penjara.

Ia terbukti melakukan korupsi terkait kasus pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, pada lingkungan PPSJ tahun 2019–2021.

Hakim Ketua Rios Rahmanto menyatakan Indra juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

"Menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama," kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu 25 Juni 2025.

Baca juga: KPK Periksa Dirjen ATR/BPN Embun Sari dalam Kasus Korupsi Lahan Rorotan

Hakim Ketua menyampaikan bahwa tindakan korupsi tersebut terbukti dilakukan Indra bersama-sama dengan Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Tbk Donald Sihombing, Komisaris PT TEP Saut Irianto Rajagukguk, serta Direktur Independen PT TEP Eko Wardoyo, sehingga ketiganya dinyatakan bersalah menurut pasal yang sama dengan Indra.

Atas perbuatan korupsi keempatnya, Majelis Hakim menyatakan negara mengalami kerugian sebesar Rp93,86 miliar. 

Kerugian terjadi lantaran perbuatan korupsi terbukti dilakukan untuk memperkaya Donald sebesar Rp11,99 miliar, Saut dan Eko masing-masing Rp2,4 miliar, serta PT TEP sebesar Rp80,8 miliar.

Dengan demikian, Donald dijatuhkan pidana penjara selama 6 tahun, denda sebesar Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp11,99 miliar subsider 3 tahun penjara.

Sementara, Saut dan Eko masing-masing dikenakan pidana penjara selama 5 tahun dan 4 tahun, denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, serta dibebankan uang pengganti Rp2,4 miliar.

Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni keempat terdakwa tidak membantu program pemerintah yang sedang giat dalam pemberantasan korupsi.

Di sisi lain, hal meringankan yang dipertimbangkan sebelum menjatuhkan vonis, yakni para terdakwa bersikap sopan di persidangan serta memiliki tanggungan keluarga.

"Berdasarkan hal memberatkan dan meringankan yang ada pada diri para terdakwa, Majelis berpendapat bahwa hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan atas diri para terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan terhadap terdakwa dan masyarakat," tutur Hakim Ketua.

Baca juga: Bersejarah! Unhan RI Luncurkan Satelit Perdana RIDU-SAT 1 dari California 

Adapun putusan tersebut sedikit lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, Indra dituntut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan serta denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kemudian, Donald dituntut 8 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp208,1 miliar subsider 5 tahun penjara.

Sementara Saut dan Eko masing-masing dituntut 6 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp2,4 miliar subsider 3 tahun penjara.

Dalam kasus itu, keempat terdakwa pada awalnya diduga merugikan keuangan negara senilai Rp224,69 miliar terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, di lingkungan PPSJ tahun 2019-2021. Korupsi diduga dilakukan untuk memperkaya Donald sebesar Rp221,69 miliar serta Direktur Utama PPSJ Yoory Corneles senilai Rp3 miliar.

Kasus tersebut bermula pada sekitar bulan Desember 2018, setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara PPSJ dengan PT Adonara Propertindo tanah Pulogebang, Jakarta Timur, Yoory dipanggil menghadap ke ruang kerja mantan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah.

Dalam pertemuan, Saefullah (meninggal dunia 16 September 2020 karena COVID-19) meminta PPSJ untuk tidak hanya membeli tanah di wilayah Jakarta Timur karena saat itu PPSJ telah membeli lahan di Pondok Kelapa, Cilangkap, dan Pulogebang.

Untuk itu, Yoory diminta membeli lahan di Jakarta Utara, yaitu di daerah Rorotan, karena harganya masih murah. Namun dalam pembelian tanah tersebut, terdapat penyimpangan, termasuk mark-up harga tanah serta penjualan tanah yang belum sepenuhnya beralih hak kepemilikannya.

(Sumber: Antara)

x|close