Ntvnews.id, Jakarta - Militer Israel dilaporkan mulai mengalami krisis persenjataan setelah hampir dua pekan melancarkan serangan intensif terhadap Iran.
Laporan NBC News pada Selasa, 25 Juni 2025, yang mengutip sejumlah pejabat AS secara anonim, menyebutkan bahwa Israel kini menghadapi kekurangan serius dalam beberapa jenis senjata penting, khususnya amunisi.
Serangan besar-besaran ke Iran dimulai sejak 13 Juni, menyusul tuduhan bahwa Teheran diam-diam mengembangkan program nuklir militer.
Sebagai respons atas serangan Israel, Iran meluncurkan operasi balasan bertajuk “Operation True Promise 3” pada hari yang sama, dengan menghantam sejumlah sasaran militer di wilayah Israel.
Baca juga: Setelah Perang Israel vs Iran Gencatan Senjata
Meski dituding memiliki agenda militer di balik program nuklirnya, Iran secara tegas membantah hal tersebut.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pun belum menemukan bukti bahwa Iran tengah mengembangkan senjata nuklir, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Rafael Grossi dalam pernyataannya pada 18 Juni.
Namun, ketegangan kawasan semakin memanas setelah Amerika Serikat turut melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir milik Iran pada 22 Juni, memperumit konflik yang tengah berlangsung.
Sebagai bentuk perlawanan, Iran menembakkan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid milik militer Amerika Serikat di Qatar pada 23 Juni.
Baca juga: Serbia Putuskan Berhenti Jual Amunisi ke Israel
Beberapa jam berselang, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Israel dan Iran telah mencapai kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri konflik bersenjata yang telah berlangsung selama 12 hari.
Pada Selasa, 25 Juni, Trump menegaskan bahwa kesepakatan tersebut telah resmi diberlakukan.
Mantan Duta Besar Inggris untuk Suriah, Peter Ford, kepada RIA Novosti menyebut bahwa peluang gencatan senjata bertahan cukup besar, meski potensi pelanggaran tetap ada. Ia menilai Israel saat ini tengah kehilangan kekuatan tempur dan justru lebih membutuhkan perdamaian ketimbang Iran.
(Sumber: Antara)