Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengonfirmasi inisial 13 individu yang dicegah ke luar negeri sehubungan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di bank milik negara dalam kurun waktu 2020 hingga 2024.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyampaikan bahwa ke-13 orang yang telah dicekal memiliki inisial sebagai berikut: CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD.
“Benar,” ujar Fitroh ketika dimintai konfirmasi mengenai daftar inisial tersebut oleh wartawan, Rabu, 2 Juli 2025.
Dalam penjelasan terpisah, Fitroh mengungkapkan bahwa dua dari 13 nama tersebut adalah Catur Budi Harto (CBH), mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BRI, dan Indra Utoyo (IU), yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI.
Baca Juga: KPK Sebut Ada Pihak BRI dari 13 Orang yang Dicekal Terkait Kasus Mesin EDC
Saat ini, Indra Utoyo diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk (Allo Bank).
Sementara itu, KPK belum membeberkan secara rinci identitas 11 orang lainnya yang turut dikenakan larangan bepergian ke luar negeri dalam rangka penyidikan kasus ini.
Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK telah melakukan penggeledahan di dua lokasi berbeda terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC, yakni di kantor pusat BRI yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman dan di kawasan Gatot Subroto, Jakarta.
Baca Juga: BRI Tegaskan Komitmen Dukung KPK Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC
Pada hari yang sama, KPK secara resmi mengumumkan bahwa mereka telah membuka penyidikan baru atas perkara ini. KPK juga memeriksa Catur Budi Harto sebagai saksi dalam proses penyidikan tersebut.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 30 Juni 2025, lembaga antikorupsi itu mengumumkan bahwa nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut mencapai Rp2,1 triliun. Dalam rangka penyidikan, KPK juga mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri.
Berdasarkan perhitungan awal yang disampaikan KPK pada 1 Juli 2025, dugaan kerugian negara akibat praktik korupsi dalam proyek ini ditaksir mencapai Rp700 miliar, atau sekitar 30 persen dari total nilai proyek pengadaan.
(Sumber: Antara)