Anggota DPR Sampaikan Masukan Terhadap Kebijakan Tembakau dalam PP 28/2024

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Jul 2025, 19:42
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Gedung DPR Gedung DPR (Istimewa)

Ntvnews.id, Jakarta - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 mengenai pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan tengah menjadi sorotan publik. Sejumlah anggota DPR RI dari berbagai fraksi dan komisi menyuarakan penolakan terhadap pasal-pasal dalam beleid tersebut, terutama yang berkaitan dengan industri hasil tembakau (IHT).

Mereka menilai kebijakan ini berpotensi menekan industri, menurunkan daya saing, hingga mengancam stabilitas ekonomi nasional dan kelangsungan jutaan lapangan kerja.

PP 28/2024 memuat sejumlah ketentuan yang dinilai terlalu membatasi, di antaranya pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan area bermain anak, serta pembatasan iklan luar ruang dalam radius 500 meter dari lokasi serupa. Selain itu, rencana penerapan kemasan polos (plain packaging) melalui rancangan peraturan menteri kesehatan (Permenkes) juga turut menuai kecaman.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem, Nurhadi, menekankan bahwa pemerintah harus berpihak pada rakyat kecil yang menggantungkan hidup dari sektor ini.

Baca Juga: Menteri UMKM Tegaskan Tak Pernah Perintah Bikin Surat untuk Kepentingan Istri

“Kami di Komisi IX DPR RI mendorong pemerintah untuk memperkuat perlindungan terhadap petani dan pekerja di sektor ini,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat, 4 Juli 2025.

Senada, Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyatakan bahwa kebijakan tersebut kontraproduktif terhadap misi pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

"Alih-alih membuka lapangan kerja, kebijakan ini justru mengancam hajat hidup orang banyak. Alih-alih menghidupkan ekonomi, kebijakan ini malah meredupkan sektor usaha khususnya industri hasil tembakau," imbuhnya.

Ia juga memperingatkan potensi pemutusan hubungan kerja dalam skala besar akibat tekanan regulasi yang dinilai berlebihan, termasuk rencana penerapan plain packaging yang disebut bisa menurunkan daya saing industri dalam negeri.

Baca Juga: Dituntut 7 Tahun Penjara, Tom Lembong: Saya Terheran-heran

Bambang Haryo dari Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra menganggap bahwa PP ini tidak sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.

"Padahal Pak Prabowo punya target serapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi naik 8 persen. Sehingga ini perlu dukungan dari industri tembakau," tegas dia.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menggarisbawahi pentingnya menjaga keberlanjutan komoditas strategis nasional seperti tembakau. Ia bahkan mengusulkan perlunya regulasi tersendiri untuk menjamin kelangsungan sektor tersebut.

“Industri tembakau memegang peranan penting terhadap ekonomi nasional terutama cukai rokok setiap tahun sangat besar. Berdasarkan data yang kami miliki menyatakan bahwa cukai dari rokok memberikan kontribusi hingga Rp1.516,16 triliun dalam kurun 10 tahun terakhir,” papar Daniel.

Baca Juga: Heboh Pengguna Keluhkan Rekening Jenius Tiba-tiba Keblokir, PPATK Buka Suara

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Lamhot Sinaga, juga mengkritik rencana penerapan plain packaging, yang menurutnya bisa memperburuk ketidakstabilan ekonomi nasional.

"Terkait wacana penyeragaman kemasan rokok yang diambil dari aturan asing yakni FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), tentu saya tidak sepakat. Dari segi industri, ini tentu tidak menguntungkan," pungkasnya.

Dari Fraksi PAN, Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Daulay, turut menyoroti lemahnya partisipasi publik dalam proses penyusunan aturan turunan dari PP tersebut.

Baca Juga: Diajukan Trump, DPR AS Sahkan RUU One Big Beautiful Bill

“Ini bermula dari pembahasan Undang-undang Kesehatan Nomor 17 tahun 2023. Jadi ketika kita membahas rokok ini sebetulnya kami pending-pending ini agak lama. Karena kita ingin agar ini masuk ke tengah semua,” katanya.

Dari perspektif ekonomi makro dan fiskal, Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa menjadi hambatan bagi target pertumbuhan ekonomi nasional.

"Industri ini punya multiplier effect yang dihasilkan melalui ekspansi investasi, penyediaan lapangan kerja dari hulu ke hilir, serapan tenaga kerja, pemanfaatan bahan baku, hingga kontribusi pada cukai hasil tembakau," terangnya.

 

x|close