Ntvnews.id, Jakarta - Dinas Pariwisata Provinsi Riau mengungkapkan kebanggaannya atas fenomena viral "aura farming" yang menampilkan gerakan khas dari tradisi Pacu Jalur, warisan budaya asal Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Fenomena ini sukses mencuri perhatian hingga ke tingkat internasional.
Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, dalam pernyataannya di Pekanbaru pada Jumat, 4 Juli 2024 menyampaikan bahwa Pacu Jalur merupakan Warisan Budaya Tak Benda yang telah diakui secara nasional oleh Kementerian Kebudayaan.
Dengan semakin populernya gerakan 'aura farming', sorotan dunia kini kian mengarah pada Festival Pacu Jalur sebagai simbol kekayaan budaya Riau.
"Tentu ini merupakan kebanggaan luar biasa bagi kami, bagi Riau, dan khususnya Kuansing. Ini membuktikan bahwa budaya lokal kita memiliki daya tarik universal dan bisa dikenal secara global," ucap Roni.
Ia pun memprediksi lonjakan signifikan jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke Kuantan Singingi (Kuansing) dan Provinsi Riau pada Agustus mendatang. Dari perspektif pariwisata, Pacu Jalur kian mengukuhkan diri sebagai daya tarik utama destinasi budaya, tak hanya di Riau, tapi juga di kancah nasional.
Sementara itu, media sosial, terutama platform video pendek TikTok, tengah diramaikan oleh tren “Aura Farming” ini adalah sebuah tren yang membawa Pacu Jalur ke pusat perhatian publik global.
Tren ini awalnya hanyalah istilah slang di kalangan Gen Z dan Gen Alpha, namun mendadak viral setelah menampilkan gerakan ikonik dari salah satu tradisi mendayung khas Indonesia: Pacu Jalur.
Fenomena ini langsung menyulut rasa penasaran warganet dari berbagai penjuru dunia. Pengguna TikTok internasional ramai-ramai membuat video meme yang menirukan gaya keren dan garang para bocah pendayung di atas "jalur" — perahu panjang tradisional khas Kuantan Singingi, Riau — lengkap dengan iringan lagu “Young Black & Rich” dari Melly Mike yang menambah aura energik dan penuh semangat.
Baca juga: Bersiap! Tradisi Pacu Jalur Viral di Kancah Internasional Siap Digelar Agustus di Riau
Festival Pacu Jalur biasanya digelar setiap bulan Agustus di aliran Sungai Batang Kuantan, Teluk Kuantan. Ajang ini selalu menjadi magnet ribuan penonton, termasuk warga perantauan yang rela pulang kampung demi menyaksikan langsung tradisi kebanggaan daerahnya.
Atmosfer meriah tercipta dari balutan kostum warna-warni para pendayung, gemuruh sorak penyemangat, hingga dentuman meriam yang menandai dimulainya perlombaan. Tak hanya sarat nilai budaya, Pacu Jalur juga menyimpan jejak sejarah sejak masa penjajahan kolonial.
Festival Pacu Jalur biasanya digelar setiap bulan Agustus di aliran Sungai Batang Kuantan, Teluk Kuantan. Ajang ini selalu menjadi magnet ribuan penonton, termasuk warga perantauan yang rela pulang kampung demi menyaksikan langsung tradisi kebanggaan daerahnya.
Atmosfer meriah tercipta dari balutan kostum warna-warni para pendayung, gemuruh sorak penyemangat, hingga dentuman meriam yang menandai dimulainya perlombaan. Tak hanya sarat nilai budaya, Pacu Jalur juga menyimpan jejak sejarah sejak masa penjajahan kolonial.
Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur tak sekadar tradisi lokal — perlombaan ini turut dijadikan bagian dari perayaan adat dan peringatan hari lahir Ratu Wilhelmina setiap 31 Agustus. Saat itu, perlombaan berlangsung selama dua hingga tiga hari, tergantung banyaknya perahu yang ikut bertanding.
Kini, tradisi ini terus dijaga dan diwariskan lintas generasi. Bahkan, Pacu Jalur telah menjadi agenda tahunan Pemerintah Provinsi Riau sebagai daya tarik utama untuk memikat wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Baca juga: Dika, Bocah Penari Pacu Jalur yang Sedang Viral, Lebih Takut Kalah daripada Jatuh ke Air
(Sumber: Antara)