Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Indonesia memberikan penjelasan mengenai mengapa proses evakuasi jenazah pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani membutuhkan waktu lebih lama dari perkiraan.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memaparkan sejumlah faktor yang memperlambat proses tersebut.
Menurut Yusril, tantangan utama berasal dari kondisi geografis Gunung Rinjani yang berat serta cuaca ekstrem yang menyulitkan akses. Akibatnya, penggunaan helikopter tidak dapat dilakukan.
Baca Juga: Prabowo Resmi Berhentikan Ali Berawi dari Jabatan Deputi OIKN
“Evakuasi telah dilakukan oleh tim SAR dibantu oleh relawan yang paham seluk-beluk sekitar Gunung Rinjani dan tidak mudah melakukan evakuasi ini karena lokasi yang tebingnya sangat curam, kemudian hutan tropis, dan angin yang bertiup kencang, ekstrem pada waktu itu,” kata Yusril dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Kumham Imipas, Jakarta Selatan, Jumat, 4 Juli 2025.
"Sehingga tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan kecuali evakuasi dilakukan secara manual dan dilakukan secara vertikal ke atas," lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa permintaan pihak keluarga agar evakuasi dilakukan melalui udara tidak memungkinkan untuk dilaksanakan karena kondisi medan.
“Jadi tidak bisa diharapkan seperti diminta oleh keluarga korban mengapa tidak dilakukan penyelamatan dengan menggunakan helikopter. Situasi Gunung Rinjani berbeda dengan Gunung Himalaya. Gunung Himalaya itu adalah daerah pegunungan bersalju, tidak banyak pohon," tuturnya.
"Berbeda dengan Gunung Rinjani yang diikuti oleh hutan tropis yang lebat dan cuaca ekstrem serta bukit yang terjal, sehingga sangat sulit menggunakan helikopter untuk melakukan evakuasi,” jelasnya.
Baca Juga: Prabowo–Pangeran MBS Bahas Peningkatan Fasilitas Kesehatan dan Pelayanan Haji
Yusril menambahkan, jenazah Juliana ditemukan sekitar 600 meter dari lokasi jatuh, setelah dilakukan pencarian dengan bantuan drone.
“Usaha untuk menyelamatkan juga dilakukan secara manual dan vertikal dan memakan waktu sampai 2-3 hari baru jenazah diselamatkan dan dievakuasi dari tempat SAR telah dibawa oleh pesawat angkatan udara Brasil dan telah tiba di Brasilia,” katanya.
Berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan di Denpasar, Bali, Yusril menjelaskan bahwa korban diperkirakan meninggal dalam waktu 15 hingga 30 menit setelah jatuh dan membentur batu. Ia menekankan bahwa peluang untuk menyelamatkan korban sangat kecil.
“Secepat apa pun tubuh ditemukan, harapan untuk menyelamatkan jiwa korban itu sangat kecil kemungkinannya dapat dilakukan,” ucapnya.
Yusril juga menambahkan bahwa pemerintah menghargai keputusan keluarga untuk melakukan otopsi ulang di Brasil, meskipun ia meyakini hasilnya kemungkinan besar akan sama.