Ntvnews.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa dirinya tidak memperoleh keuntungan apa pun dari pemberian dana talangan senilai Rp1,5 miliar yang disebut ditujukan untuk membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024.
"Selain tanpa alat bukti yang cukup dan juga tidak benar. Tidak ada motif saya dengan pemberian dana talangan," kata Hasto ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Ia menjelaskan bahwa suatu tindak pidana korupsi harus memenuhi unsur niat jahat (mens rea) dan tindakan nyata (actus reus). Maka dari itu, menurutnya, perlu dipertanyakan apa motif dirinya dalam menalangi dana tersebut jika tidak ada keuntungan yang diperoleh.
Hasto juga menyinggung soal keluarnya fatwa Mahkamah Agung (MA) pada 23 September 2019, yang terjadi tujuh hari sebelum pelantikan anggota DPR. Ia mengatakan bahwa apabila dirinya memiliki kepentingan dalam upaya meloloskan Harun Masiku, seharusnya sejak saat itu sudah dilakukan percepatan terhadap permohonan pelaksanaan fatwa MA.
Baca Juga: Hasto Sebut Tak Ada Bukti Ia Matikan Ponsel Saat OTT Anggota KPU
Fatwa tersebut, menurut Hasto, berisi anjuran kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyerahkan penetapan kursi calon legislatif yang telah meninggal kepada pimpinan partai politik.
Sebagai Sekretaris Jenderal partai, ia menekankan bahwa dirinya sangat memahami prinsip-prinsip dalam tindak pidana korupsi dan bahkan telah menanamkan nilai-nilai antikorupsi dalam proses kaderisasi partai.
"Apalagi sampai ada bentuk menalangi dana baik Rp1,5 miliar atau Rp400 juta, sebab tidak ada kepentingan atau keuntungan yang diperoleh terdakwa dengan menalangi dana tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, Hasto dituntut hukuman tujuh tahun penjara serta denda sebesar Rp600 juta. Jika denda itu tidak dibayarkan, ia akan dikenai hukuman pengganti berupa kurungan selama enam bulan. Tuntutan tersebut berkaitan dengan dakwaan perintangan penyidikan dan pemberian suap.
Baca Juga: Hasto Ungkap Sudah Memaafkan Siapa Pun yang Menyeretnya ke Pengadilan
Dalam perkara ini, Hasto didakwa menghalangi proses penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Harun Masiku, yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi sejak 2019 hingga 2024. Hasto disebut menyuruh Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air setelah terjadinya operasi tangkap tangan terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan.
Tak hanya itu, Hasto juga dituduh memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel guna mengantisipasi penyitaan oleh penyidik KPK.
Lebih lanjut, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks narapidana Saeful Bahri, serta Harun Masiku telah memberikan suap senilai 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan selama periode 2019 hingga 2020.
Baca Juga: Hasto Tulis Sendiri Pleidoi 108 Halaman: Sampai Pegal-Pegal
Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu membantu mengupayakan agar KPU menyetujui pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Atas seluruh dakwaan tersebut, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Sumber: Antara)