Ntvnews.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, memohon kepada majelis hakim agar dirinya dibebaskan dari dakwaan kasus perintangan penyidikan dan suap yang menyeretnya ke meja hijau.
Dalam pembacaan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025, Hasto menegaskan bahwa tudingan yang menyebut dirinya sengaja mematikan telepon genggam saat operasi tangkap tangan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) berlangsung, tidak memiliki dasar bukti yang kuat.
"Saya sendiri tidak bisa mengingat dengan detail apakah pada saat itu HP saya memang mati," kata Hasto di hadapan majelis hakim.
Ia mengungkapkan bahwa ada berbagai alasan yang masuk akal jika ponselnya dalam kondisi tidak aktif saat itu, seperti karena sedang digunakan untuk presentasi, kehabisan baterai, atau alasan teknis lainnya. Hasto juga menjelaskan bahwa dalam beberapa situasi resmi, seperti saat bertemu presiden, menteri, atau pejabat tinggi negara lainnya, serta saat menghadiri rapat tertentu, dirinya memang biasa mematikan ponsel.
Baca Juga: Hasto: Tak Ada Untungnya Saya Talangi Dana Rp1,5 M untuk Harun Masiku
Selain itu, ia mengatakan bahwa saat menyampaikan paparan dalam sebuah acara, dirinya berperan sebagai tamu dan fokus pada jalannya kegiatan, sehingga tidak membuka atau membaca informasi daring sebagaimana dituduhkan dalam dakwaan.
Adapun jaksa menuding Hasto sengaja mematikan ponsel dan menyampaikan instruksi kepada penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menghubungi Harun Masiku, yang saat itu menjadi buron.
"Siapa saksi yang mengetahui langsung bahwa saya menghubungi Nur Hasan dan dengan cara bagaimana saya menghubungi Nur Hasan?" ucapnya mempertanyakan.
Dalam persidangan, lanjut Hasto, Nur Hasan sendiri memberikan kesaksian bahwa dirinya tidak pernah dihubungi oleh Hasto, bahkan mereka tidak memiliki nomor kontak satu sama lain. "Nur Hasan juga menyatakan belum pernah sama sekali dihubungi dirinya dan ia tidak memiliki nomor telepon genggam Nur Hasan. Demikian pula Nur Hasan mengaku tidak memiliki nomor telepon genggam Hasto," tambahnya.
Baca Juga: Hasto Sebut Tak Ada Bukti Ia Matikan Ponsel Saat OTT Anggota KPU
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Hasto dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp600 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Hasto didakwa telah menghalangi jalannya penyidikan dalam perkara korupsi yang melibatkan Harun Masiku antara tahun 2019 hingga 2024. Ia dituding memerintahkan Harun, lewat Nur Hasan, agar merendam ponselnya ke dalam air, menyusul penangkapan anggota KPU Wahyu Setiawan oleh KPK.
Tak hanya itu, Hasto juga diduga meminta ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel lain guna mencegah penyitaan oleh penyidik.
Baca Juga: Hasto Ungkap Sudah Memaafkan Siapa Pun yang Menyeretnya ke Pengadilan
Selain dugaan perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap bersama advokat Donny Tri Istiqomah, eks napi Saeful Bahri, dan Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan. Mereka diduga menyerahkan uang senilai 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta pada periode 2019–2020.
Dana tersebut disebut-sebut diberikan agar Wahyu membantu agar Komisi Pemilihan Umum menyetujui pengajuan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku, yang sama-sama berasal dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I.
Atas semua perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 ayat (1), Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Sumber: Antara)