PM Israel Sebut Beberapa Kesepakatan dengan Palestina di Gaza Tidak Mungkin Terjadi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 11 Jul 2025, 12:44
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Benjamin Netanyahu, pemimpin Israel yang menjadi target surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Benjamin Netanyahu, pemimpin Israel yang menjadi target surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC). (Antara)

Ntvnews.id, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa saat ini tidak memungkinkan untuk mencapai kesepakatan menyeluruh dengan kelompok-kelompok Palestina di Gaza, termasuk terkait pembebasan seluruh sandera Israel.

Pernyataan tersebut disampaikan Netanyahu saat berdialog dengan keluarga para sandera Israel yang masih disekap kelompok Palestina di Gaza, dalam rangkaian kunjungannya ke Washington, Amerika Serikat.

"Kesepakatan komprehensif untuk membebaskan semua sandera tidak mungkin tercapai," ujar Netanyahu kepada keluarga-keluarga tersebut, seperti dilansir dari Anadolu, Jumat, 11 Juli 2025.

Berdasarkan laporan surat kabar tersebut, Netanyahu berusaha meyakinkan para keluarga sandera agar bersedia menerima "kesepakatan sandera parsial," dan mengaitkan pendekatan ini dengan suatu rencana rahasia yang telah ia sampaikan kepada Presiden AS Donald Trump.

Baca Juga: Trump dan Netanyahu Ketemu Lagi, Ini yang Dibahas

Hingga kini, baru dua kesepakatan gencatan senjata sebagian yang berhasil diraih antara Israel dan Hamas dalam dua puluh bulan terakhir masing-masing pada November 2023 dan Januari 2025. Keduanya melibatkan pertukaran tahanan dalam jumlah terbatas.

Namun, Netanyahu kemudian membatalkan kesepakatan yang paling baru dan memerintahkan dimulainya kembali serangan intensif Israel di Gaza sejak 18 Maret. Langkah tersebut menuai kritik dari tokoh-tokoh oposisi Israel yang menuding Netanyahu hanya mendorong kesepakatan parsial untuk memperpanjang konflik demi kepentingan politiknya dan memuaskan kubu sayap kanan ekstrem di kabinetnya.

Saat ini, perundingan tidak langsung masih berlangsung di Doha, Qatar, antara Israel dan Hamas untuk menjajaki kemungkinan kesepakatan yang mencakup gencatan senjata dan pertukaran tahanan.

Menurut Yedioth Ahronoth, usulan terkini mencakup jeda perang selama 60 hari, di mana Hamas akan membebaskan 10 sandera yang masih hidup secara bertahap—delapan pada hari pertama dan dua pada hari ke-50. Dalam skema tersebut, Trump ditunjuk sebagai penjamin untuk mengupayakan berakhirnya konflik pada tahap-tahap berikutnya.

"Dalam 60 hari pertama, kami akan mendapatkan kembali 10 sandera. Itu bagian dari prosesnya. Kemudian kami akan membicarakan tentang mengakhiri perang. Kita harus bersabar," kata Netanyahu.

Sebagai tanggapan, Hamas menyampaikan bahwa "Pernyataan penjahat perang Netanyahu, yang memberi tahu keluarga para tahanan bahwa kesepakatan komprehensif tidak mungkin dicapai, menegaskan niat jahat dan buruknya dengan menghalangi tercapainya kesepakatan yang akan mengarah pada pembebasan para tahanan dan penghentian agresi terhadap rakyat Palestina kami di Gaza."

Baca Juga: Netanyahu: Perang Israel dan Iran Berakhir Jika Ali Khamenei Terbunuh

Gerakan tersebut menegaskan bahwa mereka "sebelumnya telah menawarkan untuk mencapai kesepakatan pertukaran komprehensif, di mana semua tahanan akan dibebaskan sekaligus, dengan imbalan kesepakatan yang mencapai gencatan senjata permanen, penarikan penuh tentara pendudukan, dan aliran bantuan yang bebas."

Tetapi, menurut Hamas, "menolak tawaran ini pada saat itu dan terus menghindari serta menghalangi lebih banyak lagi."

Sementara itu, Otoritas Penyiaran Israel (KAN) melaporkan bahwa dalam proses negosiasi yang sedang berlangsung, masih terdapat perbedaan tajam antara kedua pihak, terutama mengenai rencana terbaru untuk penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza, yang ditolak oleh Hamas.

Keluarga para sandera terus mendesak agar dicapai kesepakatan menyeluruh untuk membawa pulang seluruh tawanan Israel, baik yang masih hidup maupun yang telah gugur.

Pihak Israel memperkirakan masih ada sekitar 50 sandera di Gaza, dengan sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup. Di sisi lain, lebih dari 10.800 warga Palestina kini ditahan di penjara-penjara Israel, di mana mereka dilaporkan mengalami penyiksaan, kelaparan, serta pengabaian layanan medis yang menyebabkan banyak dari mereka meninggal dunia, sebagaimana dilaporkan oleh organisasi hak asasi manusia Israel dan Palestina, serta berbagai media.

Setelah melakukan pertemuan dengan pejabat Gedung Putih pada Rabu malam, keluarga sandera menyambut baik komitmen pemerintahan Trump untuk mengusahakan pemulangan seluruh tawanan Israel. Dalam pernyataannya, mereka menyebut kegagalan dalam meraih momentum ini sebagai "kegagalan politik dan moral yang serius."

x|close