Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil staf tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara.
"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama TAU, wiraswasta," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Jakarta, Jumat, 11 Juli 2025.
Baca Juga: Anggota Komisi I DPR RI Ragukan Diplomat Kemlu Bunuh Diri di Kost Menteng Karena Ini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara dengan memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya adalah TAU, staf dari tersangka M. Akhirun Efendi (KIR), yang disebut oleh Budi sempat dibawa ke Jakarta pada Jumat malam (27 Juni) hingga Sabtu dini hari (28 Juni).
Dalam rangka penyidikan lebih lanjut, KPK memanggil beberapa aparatur sipil negara (ASN) pada pekan ini. Pada Senin (7 Juli), Gustav Reynold Tampubolon dimintai keterangan sebagai saksi. Kemudian pada Kamis (20 Juli), dua ASN lainnya, yaitu Muhammad Haldun dan Ryan Muhammad, juga dipanggil untuk memberikan kesaksian.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo (kiri) saat memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/6/2025). (ANTARA/Rio Feisal)
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 26 Juni 2025. OTT tersebut mengungkap dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut serta Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Dua hari setelah OTT, tepatnya pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPT Daerah Gunung Tua sekaligus pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), pejabat pembuat komitmen di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Direktur Utama PT DNG M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT RN M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Kasus ini dibagi menjadi dua klaster. Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sementara klaster kedua menyangkut dua proyek di wilayah Satker PJN Wilayah I. Total nilai enam proyek tersebut mencapai sekitar Rp231,8 miliar.
KPK menduga bahwa M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang berperan sebagai pemberi suap, sedangkan Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar diduga sebagai penerima suap di klaster pertama. Untuk klaster kedua, penerima suap diduga adalah Heliyanto.