Ntvnews.id, Jakarta - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap praktik akses ilegal terhadap data pribadi milik pelanggan di sebuah perusahaan jasa pengiriman. Aksi tersebut berlangsung sejak Desember 2024 hingga Januari 2025.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, mengungkapkan bahwa tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Ada tiga orang, yaitu berinisial T dan MFB, sedangkan tersangka G masih berstatus DPO," ujar Fian dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 11 Juli 2025.
Ia menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan sekitar 100 komplain pelanggan terkait pembelian barang secara daring di platform Tiktok yang menggunakan jasa pengiriman Ninja Xpress dengan skema pembayaran Cash On Delivery (COD).
"Pembelian tersebut menggunakan pengiriman melalui pihak jasa ekspedisi Ninja Xpress dengan jenis pembayaran 'Cash On Delivery' (COD) atau pembayaran setelah barang sampai," ujarnya.
Menurut Fian, pihak Ninja Xpress lantas melakukan audit internal guna menelusuri adanya kejanggalan dalam proses pengiriman. Audit tersebut menemukan 294 transaksi pengiriman COD yang selesai lebih cepat dari batas waktu tujuh hari.
"Hal tersebut dikarenakan adanya penyalahgunaan wewenang karyawan Ninja Xpress di kantor Lengkong, Bandung, Jawa Barat," kata Fian.
Perusahaan tersebut diketahui menggunakan sistem OpV2 yang melindungi informasi pengiriman dalam bentuk kode rahasia resi NJVT. Namun, seorang karyawan diketahui mengakses sistem itu secara ilegal dan membuka data yang seharusnya terenkripsi—praktik yang disebut sebagai unmasking.
Informasi pelanggan yang berhasil dibongkar meliputi nama pemesan, jumlah dan jenis barang, alamat pengiriman, nomor ponsel, serta nominal pembayaran COD.
"Data tersebut kemudian dijual kepada pihak luar yang kemudian mendatangi 'customer' dengan paket palsu, dan menerima pembayaran COD, yaitu ongkos kirim dan harga barang yang dibeli 'customer'," ujar Fian.
Akibat dari aksi tersebut, Ninja Xpress mengalami kerugian materi sebesar Rp35,2 juta, serta kerugian imateriil berupa hilangnya kepercayaan dari Tiktok Shop dan para pengguna jasanya.
Fian menambahkan, dua dari tiga tersangka telah berhasil diamankan pada Senin, 5 Mei. "Untuk tersangka T ditangkap di Bandung. Sedangkan MFB ditangkap di Cirebon," katanya.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 46 jo Pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 48 jo Pasal 32 UU ITE yang sama.
"Dipidana penjara maksimal delapan tahun dan denda maksimal Rp2 miliar," tutup Fian.
(Sumber: Antara)