Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bahwa Topan Obaja Putra Ginting (TOP), pejabat nonaktif Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, menerima instruksi untuk melakukan tindak suap dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan jalan.
“Kami juga menduga-duga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa,” ungkap Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 25 Juli 2025.
Menurut Asep, penyelidikan lebih lanjut dilakukan melalui penggalian informasi dari pihak keluarga Topan Obaja Putra Ginting. TOP sendiri merupakan salah satu dari lima tersangka dalam kasus korupsi ini.
“Misalkan yang bersangkutan sampai saat ini masih belum memberikan keterangan, kami juga tidak akan berhenti sampai di sana. Kami akan mencari keterangan dari pihak-pihak yang lain, termasuk juga informasi dari barang bukti elektronik yang saat ini masih sedang kami buka di laboratorium forensik kami,” katanya menegaskan.
Baca Juga: KPK Selidiki Asal-Usul Sepeda Motor Titipan di Rumah Ridwan Kamil
Asep menambahkan, KPK kini tengah mendalami dua aspek utama dalam penyidikan perkara tersebut, yaitu alur instruksi yang diberikan serta jejak aliran dana yang mengindikasikan praktik korupsi.
“Alur perintahnya tentunya mendahului dari proses tadi kan. Pasti perintahnya dulu kan awalnya, memerintahkan gini-gini, baru dieksekusi. Setelah dieksekusi, baru uangnya dibagikan,” jelasnya lebih lanjut.
Diketahui, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Juni 2025 dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut serta Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Kemudian, pada 28 Juni 2025, KPK secara resmi menetapkan lima tersangka yang terlibat dalam dua klaster kasus ini. Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Sumut; Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus pejabat pembuat komitmen; Heliyanto (HEL), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut; M. Akhirun Efendi (KIR), Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group; dan M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY), Direktur PT Rona Na Mora.
Baca Juga: Prabowo Puji PM Anwar Ibrahim Pimpin Gencatan Senjata Kamboja-Thailand
Kasus ini terbagi dalam dua klaster utama. Klaster pertama mencakup empat proyek jalan yang dikerjakan oleh Dinas PUPR Sumut, sementara klaster kedua melibatkan dua proyek yang berada di bawah pengawasan Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai dari seluruh proyek tersebut mencapai sekitar Rp231,8 miliar.
Dalam kasus ini, KPK menduga bahwa M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang berperan sebagai pemberi suap. Sedangkan, penerima di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar. Untuk klaster kedua, Heliyanto diduga menjadi pihak penerima.
(Sumber: Antara)