Kejati Periksa Gubernur Bengkulu Helmi Hasan Terkait Dugaan Korupsi PAD Mega Mall dan PTM

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 31 Jul 2025, 11:59
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Gubernur Bengkulu Helmi Hasan Gubernur Bengkulu Helmi Hasan (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu memeriksa Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan korupsi yang berkaitan dengan kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari pengelolaan Mega Mall serta Pasar Tradisional Modern (PTM) Kota Bengkulu.

Pemeriksaan terhadap Helmi Hasan dilakukan oleh tim penyidik Kejati Bengkulu di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung yang terletak di Jakarta Selatan.

“Kebetulan yang bersangkutan sangat kooperatif ada di Jakarta dan bersedia diperiksa,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, kepada wartawan di Jakarta pada Rabu kemarin, 30 Juli 2025. 

Anang menjelaskan bahwa Helmi Hasan dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai mantan Wali Kota Bengkulu selama dua periode, yakni dari tahun 2013 hingga 2023. “Yang bersangkutan pernah menjabat Wali Kota Bengkulu 2013–2023,” tambahnya.

Namun demikian, Anang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut terkait materi pemeriksaan terhadap Helmi Hasan.

Baca Juga: Eks Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Dituntut 8 Tahun Penjara

Sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka antara lain Komisaris Utama PT Dwisaha Selaras Abadi, Budi Laksono; mantan Wali Kota Bengkulu periode 2007–2012 sekaligus mantan anggota DPD RI, Ahmad Kanedi; serta Direktur Utama PT Tigadi Lestari, Kurniadi Begawan.

Empat tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi, Wahyu Laksono; Direktur PT Trigadi Lestari, Hariadi Benggawan; Komisaris PT Trigadi Lestari, Satriadi Benggawan; dan mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu, Chandra D. Putra.

Kasus ini bermula dari perubahan status lahan Mega Mall dan PTM di Kota Bengkulu, yang pada tahun 2004 beralih dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Setelah itu, SHGB tersebut dipecah menjadi dua bagian—masing-masing untuk Mega Mall dan PTM—dan kemudian digunakan sebagai agunan oleh pihak ketiga ke lembaga perbankan.

Ketika kredit macet terjadi, SHGB tersebut kembali diagunkan ke bank lain, yang akhirnya menyebabkan tumpukan utang terhadap pihak ketiga.

Terkait dengan jumlah kerugian keuangan negara dalam kasus ini, tim audit masih melakukan perhitungan. Namun, menurut estimasi sementara berdasarkan rentang waktu yang cukup lama, yakni sejak tahun 2004 hingga sekarang, potensi kerugian negara diperkirakan bisa mencapai sekitar Rp250 miliar.

(Sumber : Antara)

x|close