Ntvnews.id, Pyongyang - Pemerintah Korea Utara (Korut) mengecam rencana latihan gabungan berskala besar yang akan dilakukan militer Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS). Pyongyang menyebut latihan itu sebagai "provokasi militer langsung" dan mengancam akan melakukan tindakan balasan tegas.
Ancaman terbaru ini muncul di tengah tanda-tanda meredanya ketegangan di perbatasan kedua negara, seiring kepemimpinan baru di Seoul.
Dilansir dari Reuters, Selasa, 12 Agustus 2025, Menteri Pertahanan (Menhan) Korut, No Kwang Chol, menyatakan bahwa militer Korut memiliki "misi mutlak" untuk menjaga keamanan nasional dari latihan berskala besar selama 11 hari yang akan digelar Korsel dan AS mulai pekan depan.
No Kwang Chol menilai latihan gabungan tersebut sebagai ancaman serius.
Baca Juga: Sedang PDKT dengan Korut, Korsel Cabut Pengeras Suara Anti Propaganda
"Angkatan Bersenjata DPRK akan menghadapi latihan perang AS dan Korsel dengan sikap balasan yang menyeluruh dan tegas, serta secara ketat menjalankan hak kedaulatan," tegasnya dalam pernyataan yang disampaikan melalui kantor berita Korean Central News Agency (KCNA) pada Senin, 11 Agustus 2025.
DPRK adalah singkatan dari Republik Rakyat Demokratik Korea, nama resmi Korut.
Dalam pernyataannya, No Kwang Chol menyebut bahwa latihan yang dilakukan dengan alasan pertahanan itu menjadi bukti tambahan dari niat konfrontatif Korsel dan AS, yang justru memperbesar permusuhan dan mengganggu keamanan kawasan.
Baca Juga: Korea Utara Buka Resor Mewah untuk Gaet Turis Asing
Korut secara konsisten mengkritik latihan militer gabungan Korsel-AS. Pyongyang bahkan menuding latihan sebelumnya sebagai "latihan" perang nuklir di Semenanjung Korea, meskipun pihaknya sendiri rutin melakukan uji coba rudal dan latihan tembak artileri.
Pekan lalu, Korsel dan AS mengumumkan bahwa latihan tahunan ini akan dimulai pada 18 Agustus mendatang, dengan tujuan menguji kendali komando dan mobilisasi pasukan di bawah strategi keamanan baru untuk menghadapi ancaman nuklir Korut yang kian meningkat.
Namun, kedua sekutu itu juga menyebut bahwa sebagian besar latihan lapangan akan ditunda dan dilakukan terpisah pada bulan berikutnya. Penundaan ini dipandang sebagai langkah Presiden baru Korsel, Lee Jae Myung, untuk menurunkan ketegangan dengan Korut.