Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menegaskan urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurutnya, jika aturan itu tidak segera disahkan, konsekuensinya bisa sangat serius, yakni seluruh tahanan berpotensi dibebaskan.
Eddy menjelaskan, dasar hukum yang dipakai aparat kepolisian maupun kejaksaan untuk menahan tersangka masih mengacu pada KUHAP lama yang terhubung dengan KUHP lama. Padahal, KUHP baru baru akan berlaku efektif pada Januari 2026.
Baca Juga: Wamenkum Ungkap Rencana Besar Indonesia Menuju 2045, Ini 8 Misinya
"Kalau KUHAP itu tidak disahkan, saya kasih satu contoh implikasi saja, itu semua tahanan di kepolisian dan kejaksaan bisa dibebaskan," kata Eddy saat menghadiri rapat pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) bersama Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 18 September 2025.
Ia menambahkan, apabila RUU KUHAP tidak dirampungkan tahun ini, aparat penegak hukum akan kehilangan legitimasi dalam melakukan tindakan paksa. Kondisi tersebut, lanjut Eddy, menjadi catatan penting bagi pemerintah.
Baca Juga: Wamenkumkumtek Tekankan Pentingnya Penyesuaian UU Pemberantasan Tipikor
Di sisi lain, Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan menyebut DPR tetap menargetkan penyelesaian pembahasan KUHAP pada tahun ini. Namun, Komisi III DPR RI juga mendapat desakan publik agar segera menuntaskan RUU Perampasan Aset.
"Atas dasar tuntutan publik hari ini, kita harus menyelesaikan Perampasan Aset, maka kita memasukkan Perampasan Aset pada 2025," ujar Bob.
RUU KUHAP sendiri termasuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025 dan sedang dibahas di Komisi III DPR RI. Prosesnya disebut sudah hampir selesai setelah daftar inventarisasi masalah tuntas dibahas.
Meski begitu, Komisi III masih melanjutkan penyerapan aspirasi dari masyarakat di berbagai daerah. Karena itu, RUU KUHAP belum bisa dibawa ke tahap selanjutnya, yakni rapat paripurna untuk disetujui.
(Sumber: Antara)