Ntvnews.id, Jakarta - Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Maria Sumardjono menegaskan bahwa kegiatan komersialisasi yang dilakukan PT Indobuildco, selaku pengelola Hotel Sultan Jakarta, di atas tanah dan bangunan milik negara merupakan tindakan yang melanggar hukum.
Hal itu, menurutnya, disebabkan karena hubungan hukum antara perusahaan tersebut dengan tanah Hak Guna Bangunan (HGB) telah berakhir sejak tahun 2023.
“Pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) berhak untuk meminta badan usaha dimaksud agar mengosongkan serta mengembalikan tanah dan bangunan di atas tanah HGB tersebut,” ujar Prof. Maria saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang gugatan Hotel Sultan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 7 Oktober 2025.
Maria menjelaskan bahwa tanah yang dibebaskan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1959–1962 untuk keperluan penyelenggaraan Asian Games IV 1962 merupakan tanah negara yang sudah melekat dengan Hak Pengelolaan (HPL).
Baca Juga: Ahli Hukum Perkuat Posisi Bukalapak dalam Sidang PKPU Lawan Harmas
Sejak pembebasan tanah dilakukan pemerintah dengan pemberian ganti rugi kepada masyarakat untuk kepentingan Asian Games IV tersebut, ujar dia, pemerintah secara otomatis memperoleh hak beheer atau hak penguasaan penuh atas tanah itu.
Lebih lanjut, Maria menjelaskan bahwa hak penguasaan tersebut kemudian dikonversi menjadi HPL berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, tanpa adanya pembatasan waktu pendaftaran.
Dengan demikian, menurutnya, terbitnya HPL 1/Gelora atas nama Kementerian Sekretariat Negara casu quo (cq) Pusat Pengelolaan Komplek Gelanggang Olahraga Bung Karno (PPKGBK) pada tahun 1989 merupakan bentuk pengadministrasian resmi atas tanah yang telah dibebaskan dan diganti rugi oleh pemerintah untuk keperluan Asian Games IV pada periode 1959–1962.
“Dalam suatu HGB yang menyebutkan dasar perolehannya adalah izin penggunaan tanah, maka hal ini menunjukkan bahwa HGB tersebut terbit di atas HPL,” tutur Maria.
Baca Juga: Guru Besar UMB Rizki Briandana: Bangsa Harus Diimajinasikan Ulang di Era Digital
Dari keterangan tersebut, ia menyimpulkan bahwa HGB 26/Gelora dan HGB 27/Gelora berada di atas tanah HPL 1/Gelora.
Setelah HGB 26/Gelora berakhir pada 3 Maret 2023 dan HGB 27/Gelora pada 3 April 2023, maka bidang tanah tempat berdirinya Hotel Sultan secara hukum kembali menjadi bagian dari HPL 1/Gelora.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa seluruh bangunan yang berdiri di atas tanah eks HGB 26 dan 27/Gelora telah tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN) dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pencatatannya.
Sidang tersebut merupakan bagian dari gugatan perdata Nomor 208/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst, dengan PT Indobuildco sebagai pihak penggugat melawan Menteri Sekretaris Negara, PPKGBK, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Menteri Keuangan, dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat sebagai pihak tergugat.
Dalam gugatannya, PT Indobuildco berpendapat bahwa HGB 26/Gelora dan HGB 27/Gelora diterbitkan di atas tanah negara bebas, bukan di atas tanah HPL 1/Gelora. Karena itu, menurut perusahaan tersebut, perpanjangan atau pembaruan HGB tidak memerlukan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara maupun PPKGBK selaku pemegang HPL.
Selain itu, PT Indobuildco juga menuntut ganti rugi senilai sekitar Rp28 triliun atas tanah dan bangunan yang menjadi objek sengketa.
Namun, permohonan pembaruan HGB 26 dan 27/Gelora yang diajukan oleh PT Indobuildco telah ditolak oleh Kantor Pertanahan Jakarta Pusat pada 13 Desember 2023.
Penolakan tersebut didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, sebab PT Indobuildco tidak memperoleh rekomendasi atau izin tertulis dari Menteri Sekretaris Negara cq PPKGBK sebagai pemegang HPL 1/Gelora.
(Sumber : Antara)