Soal 3 Jaksa yang Kena OTT KPK, Kejagung: Diberhentikan, Otomatis Gaji Juga

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 19 Des 2025, 19:08
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Anang Supriatna memberikan keterangan pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 5 Desember 2025. (ANTARA/Nadia Putri Rahmani) Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Anang Supriatna memberikan keterangan pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 5 Desember 2025. (ANTARA/Nadia Putri Rahmani) (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Tiga jaksa terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Tangerang, Banten. Mereka diduga terlibat pemerasan terhadap warga negara Korea Selatan (Korsel).

Menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Anang Supriatna, pihaknya sudah memberhentikan sementara tiga jaksa yang sudah ditetapkan tersangka itu. Menurut dia, begitu status tersangka disematkan, ketiga jaksa otomatis dinonaktifkan dari jabatannya.

"Yang jelas ancamannya pidana. Kalau secara institusinya ya otomatis nanti pecat sementara terhadap yang bersangkutan. Diberhentikan sementara," ujar Anang di kantor Kejagung, Jakarta, Jumat, 19 Desember 2025.

Total jumlah tersangka dalam kasus ini yaitu lima orang, dua dari tiga di antaranya adalah pihak swasta. Tiga tersangka yang merupakan jaksa aktif antara lain Kasipidum Kejaksaan Negeri Tangerang berinisial HMK, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Banten bernisial RV, dan Kasubag Daskrimti Kejaksaan Tinggi Banten berinisial RZ.

Sementara dua tersangka lainnya, ialah pihak swasta, yaitu seorang pengacara berinisial DF dan seorang penerjemah berinisial MS.

Ada pun penetapan tersangka kelima orang termasuk para jaksa, dilakukan pada Kamis, 18 Desember 2025. Sedangkan pemberhentian sementara berlaku mulai Jumat, 19 Desember 2025.

Di samping pencopotan jabatan sementara, kata Anang, pihaknya juga memastikan para jaksa tersangka takkan mendapatkan seluruh hak kepegawaiannya, termasuk gaji.

"Jadi ketika diberhentikan, dari jabatan diberhentikan. Otomatis juga gaji-gajinya semua dihentikan. Nanti setelah mempunyai kekuatan hukum yang tetap," jelasnya.

Kejagung, kata Anang memang memberlakukan pemberhentian sementara terhadap jaksa tersangka korupsi, tanpa menunggu putusan sidang etik.

Menurut dia, mekanisme kali ini berbeda dari sejumlah kasus etik sebelumnya, karena kejaksaan memutuskan untuk mendahulukan proses pidana. Sidang etik baru akan berjalan paralel setelah penyidikan berlangsung.

"Ya, proses belum. Ya kan proses terhadap pemeriksaan etik bisa sambil berjalan dengan penyidikan," tandas Anang.

x|close