Analis: Keputusan Menperin Cabut Insentif EV CBU Dorong Produksi Lokal

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Sep 2025, 10:15
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan tidak memperpanjang insentif untuk mobil listrik berbasis baterai (BEV) dengan skema impor utuh (Completely Built-Up/CBU) pada 2026. Keputusan ini dinilai tepat oleh pengamat otomotif Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, karena dapat menghindari ketergantungan pada barang impor sekaligus mendorong industrialisasi.

“Mencabut insentif CBU adalah keputusan yang strategis untuk mendorong industrialisasi dan menghindari ketergantungan impor,” ujar Yannes Martinus Pasaribu saat dihubungi dari Jakarta, Jumat, 12 September 2025.

Ia menekankan, keputusan tersebut harus diambil dengan langkah serta persiapan matang agar tidak bertentangan dengan target percepatan peralihan ke kendaraan listrik di Indonesia. Menurutnya, jika insentif dihentikan pada 2025 tanpa persiapan memadai, risikonya sangat besar.

Baca Juga: PM Jepang Ishiba Isyaratkan Negosiasi Awal Tarif Otomotif dengan Trump

Arsip - Pekerja menaikkan mobil ke atas truk sebelum dilakukan pengiriman di pabrik Astra Daihatsu Motor (ADM) di Karawang Assembly Plant, Jawa Barat, Rabu, 24 Agustus 2025. <b>(ANTARA)</b> Arsip - Pekerja menaikkan mobil ke atas truk sebelum dilakukan pengiriman di pabrik Astra Daihatsu Motor (ADM) di Karawang Assembly Plant, Jawa Barat, Rabu, 24 Agustus 2025. (ANTARA)

Para pengusaha yang telah memanfaatkan slot insentif impor, kata Yannes, sebenarnya melakukannya sebagai bentuk komitmen awal untuk berinvestasi di pabrik dalam negeri serta membangun rantai pasok lokal guna memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen.

Tanpa transisi yang jelas, harga mobil listrik bisa melonjak 30–40 persen, berimbas pada stagnasi pasar. Hal ini bukan hanya menghambat percepatan adopsi kendaraan listrik, tetapi juga mengikis kepercayaan produsen multinasional dalam berinvestasi jangka panjang di Indonesia.

“Jadi yang dibutuhkan bukan sekadar mencabut kebijakan semata, tapi harus membangun jalan pengganti solutif yang konkret. Jika ini dilakukan dengan kolaborasi erat antara pemerintah, produsen, dan memastikan pelaku industri lokal benar-benar terlibat, kebijakan ini bisa menjadi pemicu lompatan industri otomotif nasional,” jelas Yannes.

Ia mengingatkan, kebijakan tanpa solusi konkret justru berpotensi menjadi pedang bermata dua yang menghancurkan momentum pasar serta melemahkan kepercayaan investor. “Intinya, mencabut insentif itu penting, tetapi kesuksesannya bergantung pada kemampuan pemerintah menyediakan jalan langkah konkret yang memadai sebelum menghentikan insentif impor CBU, agar pasar mobil listrik tetap tumbuh sekaligus mendorong produksi lokal,” tambahnya.

Baca Juga: GIIAS 2025 Tunjukkan Ketangguhan Industri Otomotif Nasional di Tengah Tantangan

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, insentif impor CBU BEV tidak akan diperpanjang setelah 2025. Pemerintah hanya memberi fasilitas berupa pembebasan bea masuk serta keringanan PPnBM dan PPN hingga Desember 2025. Perusahaan penerima manfaat diwajibkan memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan rasio 1:1 dari jumlah mobil CBU yang diimpor.

“Insya Allah tidak akan lagi kami keluarkan izin CBU, izin CBU dalam konteks skema investasi dengan mendapatkan manfaat (insentif),” kata Agus di Jakarta, Jumat.

Saat ini terdapat enam perusahaan yang memanfaatkan insentif impor BEV, dengan rencana investasi mencapai Rp15,52 triliun dan kapasitas produksi hingga 305 ribu unit. Kemenperin menegaskan, perusahaan-perusahaan tersebut harus merealisasikan produksi secara domestik.

Baca Juga: Chery Group Sukses Kembali di J.D. Power, Solidkan Posisi di Pasar Otomotif Global

(Sumber: Antara)

 

x|close